Suasana Raker |
“Akhirnya FLP
Blitar raker juga,” bathin saya Minggu itu. Raker dilaksanakan di rumah Adinda
R.D Kinasih, sahabat saya sejak lama. Itu untuk pertama kalinya juga saya
berkunjung ke rumahnya. Saya baru tahu, ternyata dia (atau Ayahnya) seorang
kolektor benda kuno. Ada banyak benda-benda kuno disana, mulai dari perkakas
rumah, hiasan, hingga karya seni. Rumah itu pun juga tak terlalu jauh dari
pusat kota. Dulu sejak masih SMA saya sering lewat daerah itu, apalagi setelah
pulang ngeband dari Warner Studio.
Adinda memang
saya ajak gabung bersama FLP sejak tahun 2008. Kala itu ada acara Launching FLP
Blitar sekaligus Musywil FLP Jatim di Aula PSBR Kota Blitar. Memori 8 tahun
yang masih cukup terkenang. 8 tahun itu saya masih kelas 2 SMA. Masih sangat
belia. Hanya karena saya kenal Bang Yopi Yafrin, maka saya diajak mendirikan
FLP Blitar. Ketua pertamanya adalah Mbak Gesang Sari Mawarni.
Setelah lulus
dari SMA dan pindah ke Malang untuk kuliah, saya memang jarang sekali nimbrung
di FLP Blitar. Di Malang sudah begitu padat agenda. Bahkan saya sangat jarang
sekali berkumpul dengan FLP Malang. Menjadi pengurus FLP Ranting UIN Malang
(FLP Maliki) pun baru semester tujuh. Semester yang sudah uzur. 20 bulan saya
menjadi ketua FLP Maliki.
Sekarang, saya
kembali menjadi pengurus FLP Blitar, tentu dengan ekspektasi yang berbeda. Jika
delapan tahun lalu saya bergabung di FLP dengan mental belajar nulis, maka
sekarang tentu berbeda. Selain tetap belajar nulis, karena kata Bu Sinta
Yudisia penulis adalah pembelajar seumur hidup, sekarang juga harus mengurus
FLP. Mengurus artinya, memastikan eksistensi FLP Blitar sebagai sebuah
komunitas dan juga lembaga bisa terus berkibar. Ini bukan perkara mudah,
apalagi tempatnya di Blitar.
Berbeda dengan
misalkan, di Malang atau Surabaya. Dua Kota yang menjadi tujuan belajar. Punya
banyak Perguruan Tinggi bonafit yang itu berarti, aktivitas akademik dan
Intelektual berjalan cukup masif. Tapi di Blitar bukan tidak ada sama sekali.
Ada, namun tak se-meriah di Malang atau Surabaya. Itu karena Blitar bukan kota
Pendidikan. Orang bilang, Blitar Kota pensiunan. hehe
Sebenarnya,
waktu di tunjuk sebagai ketua FLP Ranting UIN Maliki pun saya juga tak begitu
punya ekspektasi. Saya merasa harus banyak belajar lagi. Tapi semenjak bertemu
dengan beberapa orang, berinteraksi, dan berbagi cara pandang satu sama lain,
ada semacam inside tersendiri yang membuat saya merasa perlu untuk berproses
kembali di FLP ini.
Misal, saya
merasa takjub ketika membaca tulisan Fiqh Vredian. Bagi saya, untuk ukuran
anggota baru, tulisan-tulisan Fiqh begitu ekspert. Saya memprediksi itu sejak
dia masih semester awal. Ternyata benar juga. Karir menulisnya terus menanjak
bahkan baru saja terpilih sebagai peneliti muda Maarif Institute.
Selanjutnya,
saya bertemu dengan Fitria dan Bastomi yang menurut saya memiliki effort
yang tinggi dalam menulis. Fitria belakangan baru saja menerbitkan novelnya.
Belum lagi beberapa nama yang mengejutkan seperti Fahrudin, Fino, dll.
Yang terbersit
kala itu, saya mungkin bisa melakukan banyak hal dengan mereka. berkolaborasi
dalam memajukan FLP. Meskipun sisa waktu yang tak banyak. Tapi saya kira, 20
bulan periode saya bisa menjadi cermin betapa kolaborasi itu berjalan cukup
baik. Selama 20 bulan ada dua kali open recruitment, menerbitkan Antologi
cerpen, Workshop Kepenulisan, dan Blog FLP Maliki juga eksis sekali.
Bukan
bermaksud membanggakan periode itu, tapi setidaknya saya menyadari kekurangan
saya pribadi yang kemudian diisi oleh kelebihan-kelebihan mereka. Termasuk
segelintir pengurus yang rela berlelah-lelah, ada Rizza, Kamilin, Vitry,
Amanah, Nia, Navis, Shofi dan tentunya Mas Hafidz Mubarak.
Di Blitar,
selain Adinda R.D Kinasih yang memang sudah saya kenal, ada beberapa penulis
muda yang lumayan menyita perhatian. Alfa Anisa misalkan, yang karyanya sudah
masuk koran-koran. Ada Rere, Isma, dan Nurul yang tinggal membutuhkan sedikit
sentuhan. Juga Irsyad seorang otodidak yang canggih. Semoga di FLP Blitar kami
bisa berkolaborasi dan melakukan sesuatu yang bermanfaat, meskipun kecil.
Bersama dua sesepuh (atau yang disepuhkan) Mbak Lilik dan Mas Saif. Hehe
Raker minggu
lalu (18/10/15) itu menjadi titik awal agenda FLP Blitar, setidaknya sampai
satu tahun kedepan. Saif selaku ketua, sudah melobi berbagai pihak untuk
mendapatkan sekretariat. Bahkan ada dua alternatif yang ditawarkan. Pertama, di
sanggar seni Nirwana miliki seniman lukis Blitar. Kedua di SMK Telkom Utara
Makam Bung Karno. Dua-duanya nyaman dan representatif. Jadi, sekarang FLP
Blitar sudah memiliki sekretariat. Tunggu plang-nya di pasang. Sekretariatnya
di kampus 1 Telkom, depan Omah Djadul. Dekat sekali dengan Makam Bung Karno.
Jadi, misalkan
nanti teman-teman FLP dari luar kota ingin berkunjung ke FLP Blitar, bisa
sekalian mampir ke Area Makam Bung Karno yang ada Museum dan Perpustakaannya.
Bisa sekalian mampir ke Omah Djadul. Ke utara sedikit, ada Candi Penataran dan
Telaga Pacuh. Ke selatan sedikit ada Wisata Jamur. Ke timur sedikit ada Taman
kota Kebonrojo yang tak kalah indah dari taman bungkul Surabaya. Dekatnya
Bonrojo ada rumah bersejarah Pak Karno yang bernama Istana Gebang. Lengkap kan?
Saya, yang
ditugaskan mengelola bidang karya dan media, juga harus cepat-cepat
merealisasikan program-program. Selain program penerbitan antologi cerpen yang
sudah 90% rampung, diskusi kepenulisan dan bedah karya yang jadwal resminya
sudah dirilis, juga menghidupkan kembali blog FLP Blitar. 3 program ini
diharapkan bisa berjalan maksimal sampai akhir tahun ini. Satu program non
priority yang juga penting adalah ekspansi karya ke media, terutama Koran dan
Majalah.
Akhir tahun
ini pula, kami berencana membuka open recruitment. Tentu saja dengan harapan,
kita sudah punya banyak karya. Entah karya yang terpublish di blog, buku
antologi, atau karya yang masuk media yang kemudian di dokumentasikan.
Berdasarkan jadwal, open recruitment dilaksanakan libur Natal dan tahun baru.
Bismillah. Alon-alon
asal kelakon. Matur Nuwun.
Blitar,
21 Oktober 2015
A
Fahrizal Aziz
www.jurnal-fahri.blogspot.com
No comments:
Post a Comment