Bisa dikatakan, saya menggemari dua hal di atas. Membaca dan musik. Menyukai musik bukan berarti saya mahir memainkan alat musik. Saya hanya suka mendengarkan lagu dengan berbagai macam genre. Kadang juga iseng meng-cover beberapa lagu, meski dengan suara yang pas-pasan.
Menyoal kesukaan saya terhadap lagu-lagu, mungkin ini adalah bawaan sejak kecil. Sekitar tahun 1991 hingga 1993, ayah saya sempat menjadi penyiar di dua stasiun radio di Malang, di samping pekerjaan utama beliau sebagai guru. Sebelum tidur, saya dan ibu selalu menyempatkan diri mendengarkan siaran ayah, dan kadang juga me-request satu-dua lagu. Saat itu, yang paling saya sukai adalah karya-karya Kak Ria Enes bersama boneka Susannya itu. Kemudian, saya juga menyukai Kahitna, band asal Bandung yang terbentuk sejak tahun 1986.
Sampai saat pindah ke Blitar tahun 1996, kebiasaan saya tidak hilang. Saya masih gemar mendengarkan berbagai lagu. Mungkin, itu juga karena “terbawa” hobi ayah mendengarkan tembang-tembang beraneka genre. Mulai dari pop, rock, klasik, jazz, hingga campursari. Malah, saat duduk di bangku TK hingga SD, saya sempat ikut les vokal, dan sering diminta mengisi acara perpisahan sekolah dengan menyanyikan satu-dua lagu. Penyanyi yang ngetop pada masa itu adalah Sherina dan Dhea Ananda, juga beberapa band, seperti Sheila on 7 dan Dewa 19. Tak ketinggalan, boyband asal Irlandia, Westlife, juga banyak disukai kala itu. Saya pun termasuk penikmat lagu-lagu mereka.
Sampai saat ini, saya masih menjadi penyuka lagu-lagu. Apalagi sekarang banyak penyanyi baru bermunculan, baik yang terkenal lewat ajang pencarian bakat, atau yang mengawali karir dari media sosial Youtube. Sebut saja Tulus, Afgan, Kuntoaji, Raisa, Isyana Sarasvati, dan Yura Yunita. Jenis musik yang saya dengarkan pun makin beragam. Belum lama ini, saya mengenal Dream Theatre, band legendaris asal Amerika yang mengusung aliran musik progressive metal.
Hingga sekarang, musik dan lagu masih menjadi bagian dalam keseharian saya. Prinsip saya sederhana. Pokoknya, jika lagu itu punya aransemen dan lirik yang bagus, pasti bisa dimasukkan dalam playlist saya.
#
Berbicara tentang membaca, mungkin itu juga kegemaran yang terbentuk sejak kecil. Dahulu, almarhumah eyang saya sering mendongengi saya sebelum tidur. Isi dongengnya adalah karangan beliau sendiri. Kemudian, ayah juga sesekali meminjamkan buku cerita anak-anak dari perpustakaan sekolah tempatnya mengajar. Pernah, saking lamanya meminjam, sebuah buku cerita Disney sampai lupa tak dikembalikan. Kini buku itu masih ada, menghuni salah satu sudut rak saya. Selain itu, ibu juga membelikan buku-buku cerita Islami terbitan Mizan, dan juga majalah Aku Anak Saleh.
Memasuki SMP, bacaan saya mulai merambah pada novel. Yang sering saya baca saat itu adalah novel-novel terbitan Forum Lingkar Pena (FLP). Diantaranya adalah karya Sinta Yudisia, Fahri Asiza, dan Pipiet Senja.
Di masa SMA, bacaan saya meluas lagi. Bukan hanya novel karya penulis FLP seperti Habiburrahman El-Shirazy saja yang saya baca, tapi juga novel-novel Andrea Hirata, yang banyak menceritakan kehidupan pribadinya di Belitong.
Hingga kini, kegemaran membaca saya belum hilang. Saya pun mengoleksi beberapa novel dengan beragam tema dan gaya bahasa dari beberapa penulis, seperti Dewi Lestari, Boim Lebon, Fahd Djibran, Iwan Setyawan, Winna Efendi, bahkan Raditya Dika.
Namun, meski begitu, saya masih ingin terus menambah bahan bacaan dan pengetahuan saya. Saya sedang penasaran dengan novel Akar-nya Dewi Lestari, juga Pacar Merah-nya Tan Malaka. Yang punya dua novel itu, ijinkan saya meminjamnya, sebelum rasa penasaran ini makin mengakar.
(*)
Membaca dan Musik
Bagikan
Tags
# Adinda R.D Kinasih
# Esai
Share This
About Adinda RD Kinasih
Esai
Labels:
Adinda R.D Kinasih,
Esai
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment