Oleh : Ryan Adin Pratama
Aku sempat menatap negeri dari bilik jendela kamar.
Hawanya tersamar nafas keegoisan.
Embunnya tak lagi menyejukkan.
Kicauan burungpun terpenjara sangkar.
Aku yang salah merasa, atau alam yang sudah mulai tua?
#
Lagi-lagi di jalan yang sama.
Polusi menyambut, kemacetan merajut, aparat berebut uang pejalan yang tak patut.
Lucunya hidup seakan hanya budak perut menyisakan kentut.
Dengan lantang berteriak mengatur tanpa sadar bau mulut.
#
Apa ini??? Setiap hari dramanya tak kunjung tamat, seperti sinetron kejar setor.
Sepertinya hanya maut saja yang mampu menghentikan sang aktor.
Drama macam apa ini yang muncul hanya Aktor-Aktor kotor.
Dengan gaya rapi berdasi bersembunyi dalam kantor.
Entah dengan title Doctor ataupun Koruptor.
#
Lucunya negeri yang katanya “merdeka”.
Inginnya mendapatkan untung belaka, tapi untuk yang mana?
Inginnya mensejahterakan rakyat, tapi rakyat yang mana?
Yang ada hanya kebijakan-kebijakan penambah duka.
#
Lucunya lagi,
Mereka saling berebut untuk dipilih menjadi pemimpin rakyat.
Setelah terpilih malah tak sadar banyak rakyat sekarat.
Kaum bawah menggeliat, kaum atas loncat-loncat.
Kesimpulannya, “Orang yang kau pilih saat pemilu adalah orang yang nantinya bila terpilih akan menyuruhmu minggir dengan sirine polisi saat ada di jalan raya.”
SKAK MAT !!!
#
Kami bukan pesimis.
Tapi mencoba kritis.
Denganmu yang melayani kami dengan wajah sinis.
Padahal dulu pemilu kau amat manis.
Apakah kadar gulamu sudah habis?
Blitar 27 Februari 2017
(Dibuat bukan untuk menghujat tapi kami punya rasa yang tak mampu kami surat).
*ditulis untuk Writing Challenge FLP Blitar, dalam rangka menyambut Milad FLP ke-20.
No comments:
Post a Comment