Judul : Dari Peristiwa ke Imajinasi; wajah sastra dan budaya
indonesia
Penulis : Umar Junus
Penerbit : PT Gramedia, Jakarta
Cetakan : Kedua, April 1985
Tebal: 175 Halaman
Belajar tak akan mengenal kata berhenti, tak akan mengenal
kata cukup, mungkin hanya kata istirahat untuk sekadar membebaskan diri dari
rutinitas yang sama setiap hari. Begitu pula ketika memutuskan untuk menjadi
seorang penulis, ketika lelah untuk menulis maka tetaplah belajar dengan
membaca. Mengutip dari pernyataab seorang teman penyair, "Seseorang yang
mencintai puisi, boleh istirahat dalam menulis, namun jangan pernah istirahat
dalam membaca."
Aroma buku lama begitu semerbak ketika mulai membuka halaman
pertama, buku terbitan tahun 1985 ini terlihat usang di dalamnya, lembar demi
lembar tampak sakin buram tapi tidak mengurangi isi atau konten yang ada dalam
buku tersebut. "Kekuatan imajinasi membebaskan suatu karya dari
keterikatannya kepada suatu peristiwa. Makin rendah kadar imajinasinya makin
dekat hubungannya kepada peristiwa konkret." (Hal 6) Begitulah pembuka
dari bab awal buku ini.
Membaca buku ini seolah diajak menjelajah wajah sastra dan
budaya Indonesia. Meski lebih banyak mengupas tentang karya sastrawan Minangkabau
seperti Siti Nurbaya, Hikayat Hang Tuah, Tenggelamnya Kapal Van der Wijk, dan
lain-lain.
Bagaimana seorang penulis berimajinasi, berapa kadar campur
tangan penulis dalam sebuah karya ketika berimajinasi, dan mengapa sebuah
peristiwa bisa menjadi mukjizat atau inspirasi memunculkan imajinasi dalam
menulis. Deretan pertanyaan itu terjawab pada bagian awal buku. "Dan orang
tak mungkin berimajinasi tanpa pengetahuan suatu realitas. Karena itu,
imajinasi selalu terikat kepada realitas sedangkan realitas tak mungkin lepas
dari imajinasi." (Hal 33)
Sebagai penulis tentu sudah menyadari bahwa semakin tidak
imajinatif sebuah karya sastra, berati kurang bernilai sastra maka makin jelas
hubungan dengan realitas. Sehingga realitas dalam sebuah karya sastra tak
pernah akan menjadi realitas yang utuh.
Semacam essay sastra, buku ini terdiri dari tiga bagian.
Bagian pertama terdiri dari 9 bab dengan judul Realitas dan Imajinasi, bagian
kedua ada karya sastra dan pembaca dengan 6 bab, sedangkan bagian terakhir ada
hakikat suatu karya dengan 5 bab. Meski berupa kumpulan tulisan essai, tapi
buku ini mencoba mengajak pembaca untuk melihat karya zaman duku dengan
beranekaragam konfliknya.
Bagian pertama
Di bagian pertama selain menjelaskan bagaimana hubungan realitas dan imajinasi tapi juga menyingung
tentang kemungkinan hubungan antara tokoh-tokoh dalam novel Atheis karya
Achdiat K. Mihardja dengan tokoh sosio budaya Indonesia. ada juga mengenai
hubungan unsur modern dan tradisi dalam sebuah karya sastra, dan perbedaan
antara betina, perempuan dan wanita yang dihubungkan dalam sebuah karya sastra.
Menurut buku ini pada halaman 22-23 telah dijelaskan bahwa
pengertian betina kerapkali dihubungkan dengan dunia kebinatangan, atau lebih
dipandang sebagai pelayanan seks belaka. Sedangkan perempuan sendiri memiliki
arti yaitu bagian dari suatu kehidupan rumah tangga, suatu kesatuan rumah
tangga yang berperan sebagai ratu dan hanya merupakan bagian dari suatu
kehidupan rumah yang terpisah dari dunia luar rumah. Dan wanita juga memiliki
pengertian tersendiri yaitu berhubungan dengan suatu gerakan, pembebasan
perempuan atau penentangan terhadap aspek
negatif.
Bagian kedua
Pada bagian kedua buku menjelaskan bagaimana hubungan karya
sastra dan pembaca. Di bab pertama bagian kedua telah dijelaskan bagaimana sebuah
karya sastra dan pembaca memiliki dua kerangka pemikiran yaitu kerangka pemikiran
yang ada dalam diri seorang penukis karya sastra dalam menciptakan sebuah karya
dan kerangka pemikiran yang ada dalam diri (calon) pembacanya. (Hal 89)
Dijelaskan pula bahwa dunia (calon) pembaca adalah dunia yanh tidak
kreatif karena hanya sebagai pemakai atau penikmat sebuah karya, sedangkan
dunia penulis sastra tidak dapat melepaskan diri dari proses kreatif dan selalu
terjadi pembaruan. Meski terkadang jarak antara kenyataan dalam sebuah dengan
pribadi penulisnya seakan terasa, karena sebuah novel memang memiliki dunianya
sendiri dengan mekanisme dan realitanya sendiri.
Bagian ketiga
Bagian ketiga terisi dengan bagaimana hakikat atau asal-usul
sebuah karya sastra. Sutardji dengan puisi manteranya, puisi yang lebih leluasa
memanipulasi unsur bahasa dan bagaimana perbedaan puisi dan mantera, puisi yang
dibentuk dari unsur bahasa berupa kata yang mempunyai arti berdasarkan proses
sintagmatik, sedangkan mantera adalah keseluruhan yang utuh yang dirinya
sendiri memiliki signified. Ada juga tentang perbedaan antara novel dan kaba.
Begitulah sedikit review dari buku ini, dengan hanya setebal
175 halaman setidaknya buku ini bisa mewakili apa yang menjadi pertanyaan
tentang karya di masa lalu, apa yang masih menjadi hubungan-hubungan atau
jawaban yang belum ditemukan, setidaknya buku ini mewakili dari keseluruhan
dari yang ada sebelumnya. Salam unyu. (alf) 😁😁
No comments:
Post a Comment