Beberapa
dari kita pasti pernah merasa tidak cantik atau tampan, tidak berpendidikan
baik, tidak memiliki kekayaan, tidak memiliki keluarga yang bahagia sama
seperti teman lain. Tahukah, bahwa itu adalah penyebab kegagalan hadir. Apa
yang membuat kita berbeda adalah cara kita memandang hidup. Kita tidak perlu
mengubah dunia, ubahlah diri kita dan mari memandang kehidupan dengan cara
berbeda. Ratusan kali saya memberikan perbaikan-perbaikan diri di status
WhatssApp, dan mungkin, kalian sudah bosan. Apa lagi yang bisa kita lakukan
selain memberi energi positif kedalam diri. Jika kita tidak mampu mengubah
apa-apa bukankah baiknya kita mengubah pola pikir kita?
Pagi
tadi, tim S3 (Sedekah Seribu Sehari) dan komunitas Fedblitz (Federale Cah
Mblitar) berkolaborasi memberikan energi positif dengan aksi Senabung (Sedekah
Nasi Bungkus). Titik temu ada di depan kantor walikota. Kami merelakan segala
sibuk luruh untuk menghilangkan suntuk dengan berbagi. Pukul 05.40 saya tiba di
Aloon-aloon kota Blitar, namun saya hanya menjumpai para lelaki dengan
sepedanya duduk di trotoar. Saya putuskan untuk menunggu teman di halaman
Masjid Agung. Tak lama kemudian Mbak Riza sebagai ketua pelaksana memberikan
pesan lewat telepon genggam bahwa beliau baru tiba. Saya segera menuju ke tempat
temu bersama Mbak Della yang saya temui di saat perjalanan.
Pukul
06.30, kubu Bapak-Bapak sudah tidak sabar untuk beraksi. Namun nasi bungkus
masih dalam perjalanan. Kami maklum, sebab hanya Ira saja yang menyanggupi
untuk mengurus nasi bungkus sebanyak 100 bungkus. Dari komunitas Fedblitz pun
turut menuyumbang sebanyak 35 bungkus. Telepon genggam mbak Riza berdering dan
suara diseberang bisa kupastikan adalah Ira. Ia berangkat ditemani suami sedang
dalam perjalanan. 5 menit kemudian pasukan kami lengkap. Kami heboh membagikan
nasi untuk dibawa masing-masing. Sebelum aksi dimulai, kami berfoto bersama dan
berdoa agar dilancarkan segala niat baik. Lalu kami berpencar. Kubu Bapak-Bapak
dengan bersepeda dan mengeliling daerah kota Blitar seperti Area pasar legi,
sekitar jalan Merdeka, dan utara Aloon-Aloon. Sedangkan kami para wanita dan
suami Ira memutuskan untuk mengelilingi PIPP dan area Makam Bung Karno.
Sasaran
kami adalah para tukang becak, penjual bunga di sekitaran makam, dan saudara
tuna wisma yang tidur di trotoar. Di area PIPP, Mbak Riza dan Mbak Della dengan
kilat diserbu tukang becak di tempat mangkalnya ketika mengetahui banyak nasi
bungkus di dalam kantong plastik besar yang dibagikan cuma-cuma. Ira dan saya
memutuskan untuk bertugas di area Makam. Ira tak pikir panjang ketika melihat 2
tukang becak di pinggir jalan, saya mengikutinya untuk mendokumentasi. Lalu
kami menuju arah utara. Saya melihat ibu-ibu penjual bunga yang sedang duduk
menunggu pelanggan di trotoar. Entah apa yang mereka bahas, raut wajah mereka
tidak menyiratkan kesedihan. Bahkan ada seorang ibu yang membawa putranya. Saya
terharu hingga menitikkan air mata ketika membagikan nasi bungkus kepada
mereka. Banyak doa terlantun dari bibir mereka. Habis sudah nasi yang saya bawa.
Saya melihat ke arah mereka sekali lagi saat kembali ke motor yang saya parkir
di dekat para penjual pinggir jalan. Saya bersyukur atas apa yang Allah
berikan. Kesedihan yang saya rasakan tak sebanding dengan mereka. Ketika saya
menginginkan sesuatu yang lebih, saya teringat ada mereka yang ingin sekali di
posisi saya. Maka, tak ada yang lebih pantas disyukuri meski seburuk apapun
kehidupan yang kita jalani saat ini. Sebab itulah jalan Allah untuk menuntun
kita pada tujuan yang lebih baik. Jangan kehilangan harapan pada Allah, doa-doa
yang dirapal dengan kesungguhan pasti dikabulkan di waktu yang sempurna. Jika
Allah belum mengabulkannya saat ini, jadilah alasan orang lain bahagia. Bisa
jadi usaha kecil yang kita lakukan adalah jalan Allah dalam mengabulkan doa
mereka. Dan doa-doa mereka yang tanpa
sepengetahuan kita, pasti diaamiinkan para malaikat. Seperti menulis, melakukan
kebaikan tidak perlu ditunda-tunda. Lakukan sejak lintasan pikiran pertama.
Saya menyukai apa yang saya cintai, sebab ia membuat saya merasa dicintai.
Dengan berbagi misalnya.
Di
perjalanan pulang saya tak henti diberikan kebaikan demi kebaikan.
Terselamatkan dari polisi yang mencari mangsa, diperbolehkan bersembunyi di
rumah warga, tukang parkir yang memberikan aba-aba tidak ada lagi momen yang
bertugas. Ah, malu rasanya jika masih mengeluhkan hal remah itu-itu melulu jika
keberkahan Allah berikan melebihi kesulitan yang kita anggap rumit tak
terelakkan. Jika Allah saja memberikan kesulitan dan masalah hidup kepada kita
karena yakin kita mampu, mengapa kita ragu? Semoga kita adalah orang-orang yang
mampu mengatasi kegelisahan diri dengan sesuatu yang kita cintai. Bukan untuk
menjadi lebih baik, tapi untuk mendedikasikan diri menjadi lebih berarti.
Terima kasih kepada yang berusaha menebar kebaikan di muka bumi. Terima kasih
untuk mau peduli selain kepada diri sendiri, saya tak ragu lagi untuk selalu
bangun pagi jika setiap hari seseru hari ini.
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu
Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang
pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalanNya
dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya.
Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga
yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal
yang baik di surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” (QS. As-shaff:
10-12)
Blitar, 19 Mei 2017
Fitriara
No comments:
Post a Comment