Oleh Yayuk Amirotin
Pernah kita mendengar, “Aku tidak bisa menulis puisi bagus, cerpen menarik, bahkan novel. Beberapa kali ikut event, tak pernah masuk kontributor, apalagi juara. Memang, aku tak bakat menulis. Sekarang aku malu dan minder, sebab karya-karyaku tak ada yang menarik.”
Dari kata-kata tersebut, menulis merupakan suatu bakat yang membedakan seseorang berpotensi untuk bisa menjadi seorang penulis atau tidak. Ternyata, pendapat itu tidak benar.
Menulis bukanlah sebuah bakat, tapi adalah sebuah kemauan yang harus dilatih terus-menerus. Jarang bahkan tak ada seorang penulis hebat tanpa melalui tahap-tahap menulis dari hal-hal yang kecil dan sederhana. Menulis itu butuh proses. Menulis secara konsisten akan mampu mengasah ketajaman kita menuangkan ide-ide, baik ide dari lingkungan sekitar maupun dari membaca buku.
Dalam menulis kita membutuhkan sumber-sumber. Sumber-sumber tersebut dapat kita peroleh dari membaca atau peristiwa nyata dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, membaca dan mengamati berbagai kejadian di lingkungan sekitar bagi seorang penulis sangat penting. Kita sebagai penulis pemula, tanpa membaca karya-karya orang lain, akan sulit berkembang atau terkesan menghasilkan karya-karya yang monoton.
Selain itu, jika ingin menjadi penulis yang hebat, kita harus mengetahui perkembangan dunia literasi dengan mengamati, merekam, dan menuangkannya dalam tulisan yang dapat dibaca oleh orang lain. Jadi, membaca itu sangat penting bagi seorang penulis untuk memperkaya pengetahuannya.
Menuangkan ide sesegera mungkin. Seorang penulis harus berusaha menuliskan ide-ide yang muncul saat itu juga. Sebab jika ditunda-tunda, ide-ide briliant tersebut dapat menguap sehingga lenyap dari pikiran. Bahkan bisa juga, ide-ide itu didahului ditulis oleh orang lain.
Gelar juara atau tidak, jangan menyurutkan semangat untuk terus menulis. Dari pengalamanku selama berkali-kali mengikuti event, kalau tidak salah aku masih tiga kali mendapat penghargaan juara. Yang lainnya hanya sebagai kontributor. Tapi, bagiku juara atau tidak, itu tidak penting. Bahkan pernah juga tidak masuk kontributor. Merasa malu dan kecewa, itu sudah pasti.
Tapi, seorang penulis haruslah tahan uji. Berkali-kali ditolak, seharusnya berkali-kali pula semangat kita melonjak. Jangan kita menjadi minder dan tak mau berkarya lagi. Waktu itu, aku ikut event menulis puisi, tapi karyaku tak masuk nominasi. Malu bercampur sedih, tapi aku tak mau berhenti sampai di sini.
Aku harus bangkit dan bangkit lagi!Sebab gelar juara tak selamanya akan kita kalungi. Kalau mendapat, alhamdulillah. Kalaupun tak mendapat, tak masalah. Malah, kegagalan itu kita jadikan cemeti penyemangat untuk berpacu langkah.
Berbagai tantangan dan hambatan setiap langkah pastilah ada. Begitu juga tantangan seorang penulis. Kesibukan kerja di dunia luar, aktivitas harian yang padat, rasa malas alias menunda-nunda pekerjaan seringkali membuat kita tidak konsisten untuk menulis. Untuk mengatasi hal tersebut, alangkah baiknya jika seorang penulis, terutama penulis pemula membuat sebuah jadwal atau program yang harus dikerjakan secara konsisten, agar dapat menyelesaikan karya tepat pada waktunya.
Ternyata manfaat menulis itu sangat banyak, tidak hanya untuk pembaca, tetapi untuk diri kita sebagai penulisnya. Dengan menulis, berarti kita mampu menuangkan ide-ide yang ada dalam bentuk tulisan, yang dapat kita baca ulang setiap saat. Selain itu, orang lain pun dapat membacanya. Kita dapat menyampaikan pesan-pesan moral dalam bentuk cerpen maupun novel.
Tak terasa kita telah menanam pohon petuah sebagai ladang berkah sebagai tabungan amal untuk bekal akhirat. Dengan menulis, kita akan mempunyai hubungan persahabatan antara sesama penulis juga sesama pembaca, yang tentunya dapat memporkokoh persatuan dan kesatuan yang kuat sehingga tercipta perdamaian di muka bumi ini. Menulis dapat mengubah kehidupan di suatu negara lebih berkembang, bahkan mengubah kehidupan dunia. Yuk, semangat menulis, tunggu apalagi?!
No comments:
Post a Comment