Oleh : Alfa Anisa
Belajar berpuisi seperti mencoba untuk duduk tenang menikmati kebisingan, lalu lalang kendaraan di tengah rimbun keramaian. Melebur menjadi hiruk pikuk, atau embusan angin yang lembut mengitari sekeliling ruangan.
***
Ah sudahlah mungkin terlalu mbulet. Tapi, memang itu faktanya. Ketika suatu waktu di hari Ahad, kita memutuskan program agenda tahun ini adalah menerbitkan antologi puisi. Dan entah saya yakin dan menduga hari-hari berat akan duduk manis di pundak, mengingat bahwa kita yang lahir dari keberagaman, berkumpul dalam satu tujuan yaitu belajar menulis, dan saat itu yang menguasai puisi mungkin masih saya saja, yang telah bertahun-tahun mencari perkumpulan penulis semacam ini.
Hari-hari berat, karena saya memulainya dari awal dan sendirian. Berbeda dengan tahun lalu saat kita menerbitkan antologi cerpen, saya masih dibantu dua orang yang anggota FLP lain. Dan cerpen saat itu memang rata-rata anggota sudah menguasainya.
***
Di awal pengumpulan puisi, hal pertama yang harus saya lakukan adalah memotivasi dan memberi semangat selalu. Ini memang bagian yang tersulit juga. Karena sudah hampir berbulan-bulan saya memilih untuk menjadi penikmat bacaan dan menulis hanya sesekali. Bukankah seperti tidak lazim, kalau saya menyuruh anggota menulis tapi saya sendiri masih lemah iman untuk menulis.
Tapi, apapun yang terjadi saya harus tetap memberikan semangat, bahwa menulis puisi itu memang tak semudah menulis cerpen, tapi kalau kalian berusaha dan menikmati proses niscaya kalian akan tahu apa artinya puisi dan kesunyian. Dan kenapa keduanya saling berhubungan erat sekali.
***
Sudah menjadi kewajiban seorang penulis adalah dengan menulis. Ya, memang. Dan saya menghargai orang-orang yang sudah susah payah belajar menulis, meski saya memang belum memiliki apa-apa yang mampu diberikan untuk komunitas ini termasuk tentang puisi.
Saya salut dengan Ana Fit dan Arif yang keduanya memang masih awal dalam menulis, tapi mau belajar bagaimana sebuah puisi bisa tersampaikan kepada pembaca. Dan paling awal keduanya mengumpulkan puisi untuk program penerbitan buku Antologi Puisi tahun ini.
Ana Fit, yang rajin dari yang paling rajin. Di awal jadwal pengumpulan puisi, dia sudah memberanikan diri menyetorkan lebih dari 10 puisi. Meski faktanya yang bisa masuk ke dalam antologi hanya lima puisi saja. Padahal dia baru sekitar beberapa bulan menjadi anggota. Apa mungkin perlu disuntikkan semangat ke semua anggota FLP saat pertama kali bergabung. Ah, entahlaah.
***
Saya memang tak menuntut puisi yang bagus, mendayu-dayu atau apalah yang menurut masing-masing individu dikategorikan puisi bagus. Cuma ingin melihat teman-teman berproses untuk berkarya, menulis sebisanya dan semampunya itu sudah lebih dari cukup. Karena di suatu hari saya pernah bilang, ketika kalian menulis itu lebih baik daripada tidak sama sekali.
Percayalah, saya juga masih tahap belajar dari nol untuk menulis puisi. Belajar memulai kesunyian yang entah sedang tersesat ke mana.
Dan percayalah suatu karya yang bagus tidak bisa didapat secara instan, harus melalui proses bukan. Nah untuk melalui tahap proses itu harus menulis menulis dan menulis, sejelek apapun itu tetaplah tulisan yang harus dihargai.[]
02 November 2017
to be continued... 😆
No comments:
Post a Comment