Oleh : Alfa Anisa
Dua delapan Oktober telah tiba, siang berganti sore menuju malam yang mulai memperkenalkan gelap dan dingin yang samar-samar. Sabtu malam, saya dan beberapa anggota FLP Blitar ikut merayakan dan mengikrarkan Sumpah Puisi Penyair sekaligus Pesta Puisi Musim Rambutan yang diadakan Rumah Budaya Kalimasada. Hari itu juga bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, hari di mana para pemuda di jaman dulu mengikrarkan tentang tiga sumpah untuk negeri ini.
Masih pukul tujuh malam, saat kami berempat tiba di halaman Rumah Budaya Kalimasada di daerah Serut Gogodeso. Disambut kerlip lampu teras, interior yang khas dan senyuman penjaga mempersilahkan masuk. Ingar bingar musik tradisional telah terdengar dari luar, diikuti riuh orang-orang yang menyiapkan pentas. Kami menempati deretan kursi kedua dan tiga setelah sebelumnya bersalaman dengan pemilik rumah yaitu Pak Bagus Putuparto.
Tiba-tiba saja suasana menjadi gelap, saat kami sedang menikmati alunan lagu dan orang-orang baru yang saling membuka percakapan. Mungkin ini hanyalah bagian dari skenario saja, mengingat kami datang di acara pertunjukan seni yang memang terkadang penuh kejutan. Nyala lampu agak terlalu lama, dan ternyata bagian ini bukan bagian dari skenario. Barangkali ini salah satu doa para jomlo di malam minggu, agar kami turut merasakan penderitaan dari namanya kesepian dan gelap gulita litrik padam. Hoho. Ada-ada saja.
***
Pertunjukan pertama dibuka oleh wayang orang Lek Jum beserta personelnya yang berasal dari Malang. Setelah itu acara resmi baru dibuka oleh presiden penyair Jawa Timur, Aming Aminudin sebagai tonggak acara ini akan berjalan ke mana dan seperti apa.
Setelah sambutan dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Blitar, tuan rumah, dan tak lupa juga dari Pak Sutejo, sebagai awal dimulainya pentas seni merayakan sumpah puisi.
***
Kenapa kita harus bersumpah dengan puisi? Karena kita adalah penyair. Puisi adalah jalan bagi penyair untuk mengungkapkan ekspresi dan ungkapan hatinya. Puisi juga sebagai sarana bagaimana pemerintah harus berbuat, agar negeri ini bisa seimbang dan berlaku sesuai yang aturan yang telah ditetapkan. Mungkin seperti itu gambaran bagaimana seorang penyair juga ikut berperan serta dalam sumpah pemuda dengan apa yang dapat dilakukannya, yaitu dengan berpuisi.
Saya, Alam dan Mbak Laraswati menjadi perwakilan komunitas penulis Blitar untuk ikut serta bersuara tentang bagaimana seorang penyair harus bersumpah, harus berbuat untuk negeri ini melalui puisi-puisi yang kami bacakan. Blitar untuk Indonesia, seperti itu intinya.
***
Banyak yang menghadiri acara malam itu, dari berbagai penyair di Jawa Timur. Ada yang dari Bojonegoro, Trenggalek, Tuban, Surabaya, dan masih banyak yang lainnya. Setelah dirasa jarum jam menunjukkan pukul 11 malam, dan menyempatkan diri foto bersama Komunitas Penulis Blitar, saya akhirnya berpamitan dan pulang. Sekian laporan dari saya. Salam Unyu.[]
28 Oktober 2017
No comments:
Post a Comment