Balada Penghujung Bulan
Dikatakan pada seratus tahunan lamanya
Kau tersenyum pahit tuk bersapa
Atas kehadiranmu serta tugas-Nya kedua kali
Bagi insan-insan penyeruak bumi
Kau redup kembangkan pada dua pertunjukan
Melibatkan semesta juga antero insan
Berhias titik-titik membasah udara teratas
Atmosfer tergelitik pada spot kiloan insan
Menantimu pada ujung sebenarnya
Kau hanya bagai panggung persaksian atas kuasa Ilahi
Kau berangsur dari aneka rupa menyapa
Kembali kau telusuri jagad
Sedang jauh di wajahmu sejumput insan teriak
Mengusahakan bersua pada kau
Tarian titik-titik seakan bersedekap tak ingin pergi
Belahan lain titik basah semakin menipis
Seolah paham dengan geraham batita ceria
Menjemput spektamu bukti kuat atas Zat Maha Hebat
Di perempatan sekali seusiamu bersaksi
Purnama kedua nama kerenmu
Kau tiada pernah purna
Purnama disenandung pelan dengan gema kebesaran Lillah
Fenomena insan bercuap tentang Kau dan Ilahi
Kamar selalu teduh Blitar, 22.28
31 Januari 2018
Hal tak kekal ditulis untuk bekal(akhirat)
Tentang Kita
Kita adalah kita
Yang melanglang dalam cita
Menyusun rautan jeda lepas lajang
Bersimpul sederet lekas tentang asa
Meredam segenap amarah sesaat
Yang berujung pada ketidaksinkronan
Kita adalah kita
Yang t'lah berjanji pada setiap pendam nadi
Supaya tiada dendam pada moment tak bertepi
Merangkul segenap asa bersama
Menyeret puruk pada pikuk renta
Menepuk bahu lelah yang mulai salah
Kita adalah kita
Yang tak peduli lagi atas gurat perbedaan
Saling menempa dan bergandeng dalam tapa
Sejenak tak akan lama kembali
Segala problema bersambut pintu terbuka
Kita adalah kita
Yang saling mengingat tentang semangat
Sedari sengatan usai amarah kita saling memberi
Tanpa racikan skenario-Nya
Tiada mungkin senyum kuncup pilu terangkai
Tetap pada kita 'kan bersama Tanpa saling mendahului
Saling meramu asa kemudian beriringan
Pada setiap problema
Berbahagialah kita
Blitar, 4.46
30 Januari 2018
Salamku teruntuk Pagi
Bising kota tua kerap tak aku suka
Imajinerku bermain pada teriak pejantan subuh
Merayu-rayu pada bisik kantuk dini tadi
Ramai juga damai bila ku gapai
Dalam seronok jantung kota kalbuku gondok
Bising udara tak lagi bahkan terangnya audio tak ada, lagi
Salamku tuk pagi
Hapus semua kisah tak terperi
Pada hujan, pada gersang tak bertepi
Apalagi pada penghuni pagi teramat pusing
Tentang realita anugerah teranggap gerah
Salamku pada pagi
Untuk kicau pipit depan gereja
Juga untuk mentari tiada lelah
Aku masih sendiri pada pikuk kota juga imaji desa
Alam hijau dalam bayang
Semilir sibak dedaun berdamping kecak aliran jernih
Pagi begitu riang tanpa gersang
Penghuninya pun ramah tak lagi serakah
Pagi sabarlah, tak lama kembali
Hadapi problema setiap rekat
Hingga pagi malu tuk tampak
Hanya mentari dari barat usai kelibat fana
Malam terpaksa mengacak damai yang tak ramai
Penghuni kalang kabut hinggau risau
Penuh parau kau berdendang pilu
Purwaka Bulan, 5.36
1 Februari 2018
No comments:
Post a Comment