Oleh : Saif Ahmad
Riska tidak suka. Ia melihat Farah bercerita tentang kemenangannya. Baru kemarin Farah pulang dari Bandung. Farah berhasil menjadi juara mengarang dan bertemu bapak Gubernur.
Teman-teman memberi ucapan selamat dan bertanya ini itu pada Farah. Riska sebal, tadi ia hanya memberi ucapan selamat seadanya saja.
“Senang lho, bertemu teman-teman dari berbagai kabupaten. Kami jalan-jalan ke Tangkuban Perahu,” Farah tersenyum ceria.
Hanya ke Tangkuban Perahu? Riska sudah berkali-kali ke sana bersama saudara-saudara sepupunya. Tidak ada yang istimewa dengan Tangkuban Perahu. Apa hebatnya?
“Aku berfoto bersama bapak gubernur,” Farah menunjukkan fotonya. Teman-teman berdecak kagum. Mereka ikut bangga, salah satu teman mereka punya prsetasi luar biasa.
Riska sebal. Seharian ini, pembicaraan di sekolahnya seputar Farah dan pengalamannya. Bapak ibu guru juga begitu.
“Farah, selamat ya. Luar biasa, bisa jadi juara dua,” kata Pak Saif. Farah dan Riska bertemu di lorong kelas menuju kantin.
“Ini yang namanya Farah?” itu sapaan Bu Erna, guru SMP yang satu kompleks dengan SD mereka.
Huh, menyebalkan! Kenapa semuanya harus tertuju pada Farah?
Selama satu minggu Farah menjadi bintang di sekolah, dan Riska merasa tersisih.
Suatu hari ada pelajaran mengarang dari Bu Mirna. Riska melirik Farah. Farah mengarang dengan antusias. Ia mengumpulkan tugasnya dengan cepat. Melihat kemampuan Farah Bu Mirna memintanya mengajari teman yang lain.
Sementara itu Riska masih bingung untuk memulai. Hanya sebuah judul yang terpampang dikertasnya. Terlihat Farah mendekatinya. Ia menawarkan bantuan, tetapi Riska menolaknya.
“Aku sudah bisa” kata Riska.
Farah melangkah pergi dan mendekati teman yang lain.
Dua puluh menit kemudian, Bu Mirna meminta murid-murid mengumpulkan tugasnya. Riska terlihat panik. Ia masih dapat satu kalimat.
Saat mengamati hasil karangan murid-muridnya Bu Mirna sangat terkejut, melihat pekerjaan Riska. Bu Mirna menanyai Riska. Riska mengadu jika Farah tidak mau mengajarinya. Farah menerima omelan Bu Mirna. Riska tersenyum puas.
Pulang sekolah langit terlihat mendung. Rina teman sebangku Riska memberitahu Bu Mirna jika tadi Riska berbohong. Bu Mirna terlihat marah.
Hujan turun, Riska lupa tidak membawa jas hujan. Farah menawari bantuan. Ia hendak meminjami jas hujannya, tetapi Riska menolak.
Esoknya Farah tidak masuk sekolah, ia sakit panas. Teman-temannya menjenguknya.
Riska senang teman-teman menjenguknya. Tetapi ia merasa ada temannya yang tidak datang. Teman yang dibencinya. Farah namanya.
“Dimana Farah.” Tanya Riska.
“Dia tidak bisa datang, karena mendapat tugas dari Bu Mirna.” Kata Rina.
“Tetapi dia titip doa untukmu Ris.” Kata Rina.
“Sungguh?” Riska tak percaya.
“Dia berdoa agar kamu cepat sembuh.” Kata Intan.
Riska tidak percaya apa yang dikatakan teman-temannya. Ia masih iri dengan kelebihan Riska.
Sepulang sekolah Farah singgah di rumah Riska. Ia menjenguk Riska dan membawakan dua plastik kue. Namun, Farah tidak ketemu Riska, karena ia sedang tidur. Lalu farah menuliskan sebuah pesan.
“Maaf ya saya datang telat. Cepat sembuh ya. Semoga kita bisa bermain lagi.” begitu isi suratnya.
Sorenya, Riska terkejut saat Ibunya memberikan kue pemberian Farah. Lalu ia membaca surat Farah.
***
Riska sudah sembuh dari sakitnya. pagi itu ia berangkat sekolah.
Mentari bersinar cerah. Murid kelas lima masuk kelas. Riska duduk di bangkunya. Murid-murid antusias menerima pelajaran dari Bu Mirna. Sementara Rina melirik ke arah Farah. Riska berniat ingin meminta maaf, tetapi ia malu.
Bel istirahat berbunyi. Anak-anak berhambur keluar. Riska masih di dalam kelas. ia duduk termenung. Farah menghampirinya.
“Ayo Ris, kita ke kantin.” Ajak Farah.
“Kamu nggak marah sama aku?” tanya Riska.
“Mengapa marah, kita kan teman?” Jawab Farah.
“Maaf ya, beberapa hari yang lalu aku berbohong pada Bu Mirna, sehingga kamu dimarahi.” Kata Riska sambil mengulurkan tangannya.
“Ah, tidak apa-apa saya maafkan kamu. Setiap orang pasti punya alasan mengapa berbuat begitu.” Jawab Farah.
Mereka kembali rukun. Pagi itu mereka ke kantin bersama. Dari kejauhan Bu Mirna tersenyum senang.
(Blitar, 12 Januari 2018)
No comments:
Post a Comment