Masih Dikira 'Nyantri' - FLP Blitar

Masih Dikira 'Nyantri'

Bagikan

Oleh : Ana Fitriani

Sudah dua tahun tidak di pondok pesantren tapi masih kerap ditanya "Loh kapan pulang Nduk? Opo wis wayahe perpulangan?"

Semenjak wisuda di jenjang Madrasah Aliyah, saya juga terpaksa mengakhiri masa-masa paling indah di pondok pesantren. Sebenarnya, saya masih ingin menetap meski sebagai alumni, namun lagi-lagi karena harus bergantian dengan adik sulung saya yang juga meminta mondok, saya mengalah.

Dengan rutinitas kuliah yang kebanyakan mendapat jam pagi membuat waktu di rumah semakin berkurang, apalagi sepulang kuliah saya harus lanjut memberi tambahan bimbingan belajar hingga pukul 21.00. Wajar bila tetangga, ataupun orang yang begitu jarang bertemu saya selalu mengajukan pertanyaan di atas.
Sebagai anak sulung, saya sadar harus membantu Bapak untuk membiayai kuliah, meski tidak seberapa namun lumayan untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

Pondok pesantren memang tempat yang tidak bisa saya lupakan, dengan keadaan awal terpaksa akhirnya terbiasa. Meski di rumah juga masih sering memakai sarung sewaktu kangen nyantri, membuka kitab dan menertawakan maknan saya yang belepotan.

Kebetulan pula di dekat rumah ada pondok pesantren salaf, jadi lumayan membuat kangen itu terobati, apalagi saat ramadhan tiba, mode ngaji kilatan menjadi alternatif.
Dengan senang hati saya menjawab pertanyaan kepulangan dengan nada yang setengah terharu, "Iya, saya sudah tidak mondok lagi, sementara kuliah sembari ngelesi".

Memang perubahan edari yang dulu nyantri di pondok, lalu berubah keadaan yang lumayan jauh berbeda membuat sedikit rasa tidak terima. Iri hati saat melihat kawan-kawan yang bisa mondok sembari kuliah, tetapi saya tetap ingat pesan sewaktu dulu nyantri, ceunah* wajib birrul walidain ya sudah ini saya niatkan begitu.
(* Bahasa sunda : katanya).

Kata Bapak juga, "Sekarang fokus kuliah dulu. Kalau mau mondok boleh nanti kalau adikmu sudah lulus, jadi bisa gantian."

Saya coba terima perkataan Bapak, mungkin ini saatnya saya untuk sedikit demi sedikit memberikan apa yang pernah saya peroleh dari pondok dulu, meski sederhana untuk anak-anak di bimbingan belajar. Saya bersyukur bisa berbagi cerita ataupun kisah inspiratif dari kehidupan santri.

Kadang anak-anak juga antusias dan merasa penasaran dengan beberapa hal tentang pondok pesantren. Tak sekali dua kali mereka bertanya tentang pertimbangan untuk melanjutkan sekolah sembari nyantri di pondok pesantren. Nah ini, saya dukung mereka meskipun saya sendiri belum bisa berkesempatan nyantri lagi.

Sering pula rekan kerja saya memanfaatkan riwayat mondok saya untuk diajukan sebagai tutor agama terkhusus Bahasa Arab dan sejarah kebudayaan Islam, di sinilah saya sesekali terlupa satu materi dan merasa bahwasanya mengapa dulu saya sering bersantai-santai saat belajar. Tidak tahunya sekarang bermanfaat.

Saya jadi teringat dawuh-nya salah satu Asatid dulu ketika di pondok "Kalau kamu belum paham apa yang kamu pelajari saat ini, tidak masalah, terus tekunlah belajar. Ojo males-malesan. Rajin dipelajari lagi, manfaatnya ilmu itu terkadang tidak bisa dirasakan langsung, bisa jadi setelah tidak mondok menjadi paham dan bisa mengajar."

Jadi, setiap keadaan pasti punya hikmah tersendiri asalkan kita mau mencari dan memilih sisi bagian mana.
Jangan minder kalau sudah tidak mondok, tetap rutin sawir apa yang dulu sudah pernah dikhatamkan. Kalau ada kesempatan nyantri, jangan sampai dilewati.

Hehe, salam kangen untuk pondok tercinta P.P Tarbiyatus Sholihin.

Tabik![]

No comments:

Pages