Cerbung by Ahmad Fahrizal Aziz
Rapat OSIS itu mempertemukanku dengan Clara, siswi pindahan dari Jakarta. Dia diikutsertakan dalam kepanitiaan acara ulang tahun sekolah, meski baru dua bulan menghuni kelas XI IPS 3.
Di sekolah lamanya, Clara adalah ketua divisi minat dan bakat OSIS SMA Tarumanegara Jakarta Selatan. Disana dia juga aktif di ekstrakurikuler musik, Clara ahli memainkan gitar dan piano.
"Jadi seharusnya kamu sudah kelas XII?" tanyaku, waktu kami berbincang di kantin pas jam istirahat.
"Ya, tapi nyokap minta balik lagi kelas XI, karena gue keluarnya juga nanggung sih, di pertengahan semester," jawabnya.
"Oh gitu, terus kenapa pindah?"
Clara hanya tersenyum, "Kapan-kapan gue ceritain," jawabnya.
###
Kedekatanku dengan Clara ternyata jadi perbincangan anak-anak majalah dan teman sekelas, padahal kami tak ada hubungan lain, selain karena kami satu sie di kepanitiaan, sie acara.
Aku dan Clara mengatur konsep acara ulang tahun sekolah. Sebelum diminta menyiapkan konsep, Clara mengajakku menonton video acara tahun lalu, untuk perbandingan.
"Ih garing banget sih," responnya setelah melihat video itu. "monoton banget tau, formal banget kayak orang kondangan," lanjutnya.
Aku hanya tertawa kecut. Jelas saja dia membandingkan acara dies natalis di sekolahnya dulu, yang mengundang band Ibukota.
"Ya gitulah, low budget dan as you know lah, ini Blitar bukan Jakarta," jelasku.
Baru beberapa hari kenal Clara, aku sudah ikut-ikutan bahasa gaul ala anak Jaksel.
"Jadi gue nggak bisa maksain kalau gitu, terlalu ideal, parah."
Sepulang sekolah kami ngopi di Kedai telkom, membahas konsep acara. Clara terlihat serius dengan beberapa lembar kertas HVS di depannya, seperti memetakan sesuatu.
"Oke jadi gini Zal, gue coba bikin konsep yang melibatkan anak-anak ekskul yang lain," jelas Clara sambil menyodorkan selembar kertas HVS yang sudah tercoret-coret itu.
Masih ada waktu sebulan, Clara terlihat begitu serius merancang acara. Sorot matanya begitu tajam tiap kali mengajakku berbicara. Gerak bibir dan kernyitan dahinya nampak seirama. Memahat wajah sembabnya sore itu.
"Elu ketua ekskul kan?" Tanyanya.
"Ya, kenapa?"
"Ada ide lain?"
Aku menggelengkan kepala. Sambil berpikir keras, apa hubungan ketua ekskul dengan ide acara?
###
Pagi itu Clara datang ke rumahku, ia menaiki sepeda poligon, sendirian. Mengenakan celana training dan kaos bermotif helo kitty, menenteng tas ransel dan rambut terkuncir lucu.
"Habis olahraga?" Candaku.
Ini pertama kali Clara ke rumahku. Besok senin kami harus merampungkan konsep acara dies natalis karena besok ada rapat bersama. Konsep dari sie acara sangat penting karena menjadi acuan sie yang lain.
"Ini udah masuk bulan Oktober ya? Cepat juga ya?" Ucapnya sembari melihat kalender yang terpasang di kamarku.
"Iya, emang ada apa?" Tanyaku.
Clara tak menjawab. Dia hanya menunduk. Ia seperti teringat sesuatu. Suara petir berulang kali terdengar, pagi itu Kota Blitar sedang mendung, sepertinya akan turun hujan.
Clara berjalan ke dekat jendela, melongok keluar. Gerimis mulai membasahi tanah. Ia meraih buku puisi di dekat meja.
"Lu suka baca puisi?" Tanyanya.
"Lumayan," Jawabku.
Clara membuka buku puisi itu dan terpaut pada beberapa halaman pertama. Hingga siang menjelang, topik soal acara dies natalis tertunda. Menikmati hujan yang kian menderas.
Bersambung.
No comments:
Post a Comment