Pertama kali dalam sejarah, akhirnya FLP Blitar bisa menggelar Musyawarah Cabang (Musycab) pada Maret 2017. Sebagaimana tertuang dalam AD/ART FLP, masa bakti ketua cabang adalah dua tahun. Itu berarti, 2019 adalah saatnya Musycab kembali.
Agenda Musycab salah satunya adalah memilih ketua umum. Selain itu, akan ada forum evaluasi sekaligus laporan pertanggungjawaban (LPJ). Cabang memang diberikan keleluasaan untuk menentukan sendiri pola regenerasi, sekalipun ada AD/ART dari pusat, namun biasanya tetap menyesuaikan kondisi cabang yang bersangkutan.
Sejak aktif kembali pada pertengahan 2015, dan dipimpin Ahmad Saifudin, FLP Blitar memiliki progress yang cukup berarti. Terutama antara 2016 ke 2017, yang bisa disebut tahun paling produktif. Memang terjadi pasang surut, meski tak benar-benar surut.
Pada Musycab 2017, Ahmad Saifudin tidak mencalonkan atau dicalonkan kembali sebagai ketua FLP Blitar, karena pertimbangan akan menjadi wakil FLP Blitar ke struktur pimpinan FLP Jatim. Terpilihlah Rosy Nursita Anggraini, yang sebelumnya menjadi ketua pelaksana OR dan peluncuran buku antologi cerpen Jejak-jejak Kota Kecil.
Kali ini, pada Musycab 2019 Rosy kembali dicalonkan sebagai ketua, bersama lima calon lainnya. Kebiasaan di FLP Cabang lain, meski diberi jatah 2 tahun, faktanya ketua cabang bisa bertahan lebih dari itu. Seperti FLP Blitar sendiri, sejak berdiri pada 2008, regenerasi dari Mbak Gesang Sari Mawarni ke Mbak Lilik Nuktihana baru terjadi setelah lima tahun kemudian.
Beberapa anggota FLP Blitar memang ada yang menghendaki jika Rosy tetap menjadi ketua, sehingga proses musycab bisa lebih sederhana. Namun Rosy sendiri berharap muncul ketua baru. Bagaimanapun itu, semuanya akan terjadi dalam forum Musycab nanti.
Apalagi, ada enam calon ketua, yang nanti akan dikerucutkan menjadi 3 calon setelah melalui voting dari masyarakat umum.
Dari enam calon tersebut, Adinda Kinasih adalah anggota terlama, yang bergabung sejak pertengahan 2015. Sementara Rosy bergabung sejak pertengahan 2016. Ahmad Radhitya Alam, Hendra Burhanudin, dan Farida Fajriya bergabung akhir 2016. Sementara Ana Fitriani bergabung jelang pertengahan 2017.
Sebagai organisasi, FLP Blitar sebenarnya tidak terlalu ketat atau disiplin layaknya organisasi lain. Sebab sifatnya lebih pada komunitas, yang tak begitu formal. Sebut saja komunitas tempat berkumpulnya orang-orang dengan minat yang serupa, dalam bidang literasi atau lebih khususnya kepenulisan.
Sebab itu agar memudahkan, kemarin ada ide untuk membagi urusan keorganisasian dan kepenulisan. Untuk kepenulisan, ada tim mentor yang akan membantu. Sejak 2017, tim mentor berdasarkan spesifikasinya sudah mulai dibentuk.
Urusan keorganisasian dan kebijakan internal tetap menjadi wewenang ketua, sementara urusan kepenulisan, ketua dibantu sepenuhnya oleh mentor. Sehingga, keorganisasian tetap jalan tanpa melupakan kegiatan menulis yang merupakan substansi dari komunitas ini.
Dengan rutinitas dan iklim yang selama ini sudah dijalankan, siapapun yang menjadi ketua sepertinya tidak menjadi persoalan. Jika harus berganti tiap 2 tahun, juga menjadi tradisi yang baik, berarti ada regenerasi dari tiap angkatan.
FLP Blitar mungkin bisa menjadi contoh bagi cabang-cabang lain, terutama cabang di kota non pendidikan. Jangan samakan dengan Malang atau Surabaya yang memang "gudangnya" penulis dan pegiat literasi.
Apakah ketua FLP Blitar akan memiliki ketua baru untuk periode 2019-2021, atau tetap? Pada bulan April nanti akan terjawab. Namun semua tetap bisa dijalani dengan santai. []
Blitar, 28 Februari 2019
Ahmad Fahrizal Aziz
foto-foto Musycab 2017 bisa dilihat DISINI
No comments:
Post a Comment