Judul : The
Invention of Hugo Cabret
Penulis : Brian Selznic
Penerjemah : Marcalais Fransisca
Penerbit : Mizan Fantasi
Tahun
Terbit: 2012
Naskah
asli berbahasa Inggris, diterbitkan Scholastic Press New York, tahun 2007.
Adalah Hugo Cabret, seorang
yatim-piatu berusia 12 tahun yang tinggal di sudut stasiun kereta api di Paris.
Hugo Cabret |
Dahulu, ayah Hugo bekerja di
sebuah museum. Suatu ketika, ia menemukan sebuah manusia mesin (automaton) yang rusak. Ia menghabiskan
waktu untuk mengutak-atik automaton itu.
Berkat kegigihannya, manusia mesin itu perlahan membaik. Sang ayah bertekad
segera menyelesaikan perbaikan manusia mesin itu, karena sepertinya benda
tersebut membawa sebuah pesan.
Sayangnya, ayah Hugo
meninggal dalam kebakaran di museum tempatnya bekerja, sebelum ia sempat
menyelesaikan automaton itu.
Hugo juga mengetahui misi
ayahnya ini. Dia mempelajari seluk-beluk automaton
dari sang ayah. Sepeninggal ayahnya, Hugo diasuh Claude Cabret, pamannya.
Ia seorang mekanik jam besar di stasiun kereta kota Paris. Namun, sang paman
mempunyai tabiat buruk. Ia seorang pemabuk, dan belakangan tak pernah kembali
ke stasiun itu lagi. Hugo-lah yang menggantikan pekerjaan pamannya.
♯
Automaton |
Hugo membawa serta automaton yang belum selesai itu.
Berbekal buku catatan milik ayah, ia mencoba mengutak-atik manusia mesin itu.
Tapi ia selalu gagal, karena tak sepenuhnya memahami apa yang tertulis dalam
catatan itu.
Suatu waktu, sebuah mainan
tikus putar menarik perhatian Hugo. Ia penasaran dengan komponen yang ada di
dalamnya. Mainan itu berada di sebuah kios milik seorang pria tua. Hari itu,
akhirnya Hugo mendapat kesempatan untuk mengambilnya saat pria itu tengah
terlelap.
Pria pemilik kios mainan |
Tapi kemudian kakek itu
terjaga tiba-tiba. Hugo yang terkejut, seketika menjatuhkan mainan itu. Kakek
marah besar, hingga ia memaksa Hugo mengosongkan sakunya. Terpaksa ia
mengeluarkan ragam komponen mekanik hasil curiannya, juga buku catatan ayahnya.
Pria tua terkejut melihat isi catatan itu. Ia menahan benda itu di kiosnya.
♯
Di malam hari, Hugo nekat
membuntuti kakek tua saat pulang ke rumahnya. Meski tetap saja ia tak
mendapatkan buku catatan itu. Seorang anak perempuan yang tinggal di rumah itu
keluar dan meminta Hugo pergi dari sana. Ia—Isabelle, berjanji akan menemuinya
di stasiun sambil membawakan buku catatan itu esok.
Isabelle |
Di hari berikutnya, Hugo
kembali ke kios mainan. Tentu, demi buku catatan ayahnya. Namun, Hugo tak
melihat Isabelle di sana. Ia terperanjat
saat pria itu menyodorkan saputangan berisi abu sisa pembakaran. Rupanya buku
catatan itu telah musnah. Hugo sangat sedih karena kehilangan buku itu. Ia juga
kecewa pada Isabelle yang telah membohonginya.
Apa rencana Hugo
selanjutnya? Rahasia apa yang sebenarnya tertulis dalam buku catatan itu? Pesan
apa yang ingin disampaikan oleh si manusia mesin? Misteri apa yang tersimpan
dalam diri sang pria tua?
♯
Sejak membuka halaman
pertama, novel ini mengagumkan saya. Bagaimana tidak? Berbeda dengan novel
fantasi pada umumnya, buku ini menyuguhkan lebih banyak gambar dibandingkan
narasi. Lewat gambar-gambar inilah pembaca diajak masuk dan larut dalam
petualangan Hugo memecahkan misteri automaton
itu.
Sebenarnya, novel ini adalah
sebuah tribute untuk Georges Meliès,
seorang ilusionis dan pembuat film asal Prancis. Ia membuat film pertamanya
pada tahun 1895. Selain menjadi film-maker,
Meliès
juga seorang aktor dan penulis naskah cerita. Beberapa karyanya antara lain: The Vanishing Lady (1896), A Trip to The
Moon (1902), dan The Impossible
Voyage (1904).
♯
Buku yang telah terbit di 30
negara dan mendapat sejumlah penghargaan ini juga telah diangkat ke layar
lebar. Film berjudul Hugo ini dirilis
pada 2011 lalu. Diproduseri Johnny Depp, dan dibintangi Ben Kingsley, Asa
Butterfield, dan Chloè Grace Moretz. Film ini pun
mendapat beberapa penghargaan dari Academy Awards, Golden Globe Awards, dan
beberapa ajang penghargaan lain dalam sejumlah kategori.
Bagi saya, membaca The Invention of Hugo Cabret dan
menonton film Hugo sama serunya. Jika
dalam buku ada banyak gambar yang memanjakan mata, filmnya pun menyuguhkan sinematografi
dan music scoring keren yang
mendukung alur cerita. Meskipun cerita dalam film tidak se-detail yang ada di
buku, mungkin karena keterbatasan durasi.
Lewat buku dan film ini, tak
hanya berpetualang bersama Hugo, tapi saya juga mengenal seorang Georges Meliès,
beserta imajinasi dan karyanya yang hebat.[]
23
April 2019
Adinda
RD Kinasih
No comments:
Post a Comment