Salah satu yang kami kunjungi adalah museum.
Museum-museum ini berada di belakang dan
sebelah kiri dari aula yang menjadi lokasi pelatihan menulis. Museum di
belakang aula terdapat keris-keris peninggalan Diponegoro, serta sedikit
penggalan kisah Kartini, sedangkan museum yang di sebelah kiri terdapat
lukisan-lukisan, juga gambar alun-alun kota Blitar pada zaman pemerintahan
Belanda.
Museum-museum ini tidak besar memang,
tapi terdapat nilai sejarah yang bisa kita pelajari. Sayangnya, nilai-nilai
mistik jauh lebih dominan terasa dari pada nilai sejarahnya sendiri.
Area kebun kopi. Foto bersama pegiat FLP Blitar |
Misalkan saja dari ruangannya. Jendela
yang ditutup gorden, pemilihan lampu bohlam berwarna kuning, semakin membuat
ruangan yang memang tidak terlalu luas ini menjadi terkesan menyeramkan. Belum
lagi suasananya yang sepi-karena tidak ada pengunjung-semakin menambah kesan
seram. Dalam tulisan ini saya tidak akan menambah kesan mistisnya dengan
menceritakan adanya bunga-bunga untuk sesaji ditambah dupa-dupa, mungkin itu
merupakan cara pemilik museum untuk mensucikan keris, karena keris dipercaya mempunyai
kekuatan magis.
Museum yang menyimpan lukisan pun tak kalah
menyeramkan. Lagi-lagi ruangan tanpa jendela, sepi, penerangan warna kuning,
ditambah lagu-lagu jawa yang semakin menambah suasana menjadi mistis.
Pun begitu dengan gambar alun-alun kota Blitar di zaman Belanda. Dengan melihat gambarnya dan membaca keterangannya, kita seakan-akan diajak ke zaman itu, ketika alun-alun kota Blitar terlihat lebih bersih, sejuk, rindang juga indah? Tak ada suara-suara bising motor, juga warganya yang hidup sederhana yang sedang berjalan di sekitaran alun-alun.
Tapi dengan ruangan yang mistis seperti itu saya rasa, kita tak punya waktu untuk membaca serta menghayati kehidupan masa lalu dari benda-benda yang ditinggalkan. Yang ada kita hanya melihat dan membaca sekilas, lalu cepat-cepat keluar dari ruangan dengan pikiran, "Kok tadi kayaknya ada ngikutin aku ya?"
Saya pikir permasalahan museum yang seperti ini tidak hanya milik De Karanganjar Koffieplantaige saja. Masih banyak yang beranggapan jika museum berhubungan dengan peninggalan masa lalu, maka jika tidak ada unsur mistis tidak afdal rasanya. Padahal hal itu sama sekali tak ada kaitannya dengan fungsi utama museum sebagai sumber informasi yang berarti juga digunakan untuk penelitian.
Museum sebagai tempat belajar harusnya dikonsep dengan menarik dan jauh dari kesan menyeramkan, supaya semakin banyak orang yang datang ke museum sehingga semakin banyak pula orang yang mempelajari sejarah. Seperti museum di De Karanganjar Koffieplantaige ini misalnya. Meski ruangannya kecil, tetap bisa dibuat dengan kesan luas. Jendela tak perlu ditutup gorden, lampu penerangan juga bisa memilih yang cahayanya berwarna putih.
Menghilangkan unsur-unsur mistis yang ada di
museum-entah apapun bentuknya-menjadi perlu. Agar orang ramai-ramai datang ke
museum, agar museum lebih hidup. Membuat museum yang lebih “ramah” itu penting.
No comments:
Post a Comment