| Oleh Ahmad Fahrizal Aziz
Salah satu yang selalu saya ingat waktu lebaran, ketika berkunjung dari rumah ke rumah, khususnya rumah sanak kerabat, adalah pertanyaan : kenapa kok kurus? Pertanyaan ini begitu gencar terutama ketika usia sekolah, dan awal-awal kuliah.
Kadang karena saking seringnya pertanyaan itu diajukan, saya sampai bisa menebak. Nanti pasti ini yang ditanyakan. Meski kadang pertanyaan itu muncul karena bingungnya mencari topik percakapan. Sebab tak semua orang bisa mencari topik pembicaraan yang pas.
Tak jarang juga yang memberikan tips agar badan gemuk. Sempat saya list. Misalnya, agar lebih banyak makan, rutin minum susu, minum obat cacing, minum sirup nafsu makan dan lain sebagainya.
Sebagian lagi menceritakan "kesuksesan" anaknya yang awalnya kurus berhasil menjadi gemuk. Tips itu diceritakan dengan sangat antusias, layaknya penyiar berita menginformasikan sesuatu.
Saya dikasih list makanan yang harus rutin dikonsumsi, termasuk suplemen terkait.
Kurus memang bukan sebuah keinginan, bagi siapapun. Sebab kurus selalu menyimbolkan hal negatif ; berpenyakitan, kurang gizi, cacingan, dan hidup menderita. Apalagi jika kurusnya ekstrem. Apalagi jika kurusnya karena perubahan dari yang awalnya gemuk, atau bertubuh segar.
Sejak masih kecil tak jarang saya dibandingkan dengan si A atau si B yang menurut mereka punya badan segar (seger, kalau menurut orang jawa yang berisi tetapi tak begitu gemuk).
Karena seringnya dibombardir pertanyaan itu, saya sempat benar-benar kepikiran. Kenapa saya kurus? Tepatnya waktu Tsanawiyah, saya benar-benar merasa inferior. Suasana psikologis itu sangat menganggu.
Sampai saya berdoa agar punya badan berisi. Agar doa lebih spesifik, maka saya berdoa begini : ya Tuhan, buatlah badan saya seperti si A, atau minimal si B.
Karena menurut saya si A dan si B punya badan yang menurut orang-orang "seger" tadi. Doa itu terutama saya panjatkan pada 10 hari terakhir bulan ramadan, yang tentu sangat mustajab.
Beberapa tahun kemudian, saya bertemu si A dan si B tadi, yang dulu saya sebut namanya dalam doa. Ternyata badan mereka melar tak karuan. Belakangan saya mensyukuri tidak punya badan seperti mereka, dan bisa lebih menerima keadaan diri apa adanya.
Pada kesempatan lainnya, saya pun membaca buku-buku tentang gizi, berkonsultasi dengan teman yang kuliah ilmu gizi atau ilmu kesehatan umum.
Kurus itu didefinisikan tidak idealnya tinggi dan berat badan, atau karena zat pembangun dialihkan untuk pembakaran. Bedanya sama orang gemuk, ketika makanan lebih banyak diolah menjadi lemak.
Belum lagi tipe badan manusia yang berbeda-beda, bergantung genetikanya. Besar kecil badan ternyata juga mempengaruhi kebutuhan tidur. Semakin kecil tubuh, kebutuhan tidurnya tak sebanyak yang bertubuh besar.
Mengingat itu, maka sejak beberapa tahun lalu saya tidak lagi memedulikan soal kurus atau tidaknya. Saya juga bersyukur karena dulu mengacuhkan beberapa saran atau tips untuk mengkonsumsi suplemen tertentu yang sebenarnya beresiko.
Sekarang entah kenapa jarang ada yang bertanya tentang badan kurus lagi. Mungkin karena kegemukan sedang merajalela, dan banyak orang memimpikan punya badan slim, atau entah karena apa. Obrolan soal fisik memang selalu paling utama, dibanding lainnya. []
No comments:
Post a Comment