Oleh Subek A. B.
Hai!
Entah mengapa aku begitu canggung menyebutkan namamu teman. Yang pasti setahuku kau seorang cewek tulen, perempuan, wanita, dan tentunya seorang gadis. Dibuktikan dengan kerudung yang selalu kau kenakan, dan pakaian yang umhh ... selayaknya gadis lain pada umumya. Ditambah selalu berkacamata memunculkan kesan khas akan dirimu. Entah apa yang kupikirkan saat menulis ... apalah namanya ini, Aku juga bingung menyebutnya. Yang pasti sesuatu dalam hatiku yang memaksanya.
Sore itu, awalnya aku hanya sedang bersepeda santai, sekedar berolaharaga ringan. Hingga sepeda yang kukayuh sampai pada jalanan aspal yang lurus, selurus bilah pedang Eropa. Sebuah jalanan panjang yang memisahkan dua sisi hamparan permadani alam persawahan luas di kanan dan kiriku. Persawahan yang amat sangat luas sejauh mata memandang. Di ujungnya, barisan pegunungan yang melingkar dari timur ke barat, menjelma seolah pagar di kebun sayur pekarangan rumah.
Setelah melewati jembatan kecil, kubelokkan sepedaku di tanggul sungai irigasi. Duduk beristirahat sejenak, meneguk air mineral sejuk yang menyegarkan. Pastinya aku juga melihat dan menikmati pemandangan indah persawahan itu. Kiranya kufur nikmat sekali Aku tak mentafakuri ciptaan indah Tuhanku ini. Pemandangan dengan hijau kekuninganya hamparan padi, gemericik aliran sungai yang menentramkan. Embekan sayup-sayup gerombolan domba di kejauhan. Suara hembusan angin yang menerpa dedaunan yang membuatnya berkemerisik satu sama lain, juga kicauan indah burung-burung. Apa kau mendengarnya juga?
Kemudian kurogoh kantong celana, mengeluarkan smartphone, membuka kunci layarnya, dan ku nyalakan data seluler. Kutekan notifikasi whatsapp, dan ya hanya beberapa chat kurang penting. Lalu ku scroll ke histori panggilan, mencari histori panggilan darimu dan kulihat foto profil kontakmu yang terkadang berubah-ubah. Bahkan hampir setiap membuka WA hal itu kulakukan, entah berapa kali sehari, selama beberapa hari ini. Sebenarnya aku malu mengatakanya .... Bahkan tercatat kita belum pernah saling mengirim pesan, histori panggilaan darimu itu saja hanya sebuah ketidak sengajaan. Entah mengapa hal itu memberiku alasan untuk mulai memperhatikanmu.
Aku tak tahu teman, kenapa di pikiranku selalu terngiang-ngiang akan dirimu. Aku sudah sering berusaha menghilangkanya, namun setiap kali aku melakukan kebiasaan ‘aneh’ ku di atas, pikiran itu datang lagi. Hingga rasanya aku ingin menulis sesuatu. Entah apa yang kutulis ini, surat, Aku tak yakin. Diary tapi aku mengirimnya padamu. Ah, persetaan dengan sebutan-sebutan semacam itu. Yang penting Aku berharap Kau menerimanya dengan utuh dan membacanya sampai akhir.
Teman, Aku hanya ingin menyampaikan apa yang kurasakan ini. Semoga kau tak menganggapku aneh, kalaupun iya, tak apa. Pertama kali melihatmu, bersama di organisasi, Aku tak memikirkan apapun. Bahkan, Kau terlihat pendiam, dan kurang menonjol. Kau lebih banyak berdiam diri. Barulah di pertemuan kedua, setelah kutahu kita dimasukkan satu kelompok, Aku mencoba menyapamu lebih dulu, menanyakan apa yang akan kita lakukan, apa tugas kita, ditambah berbasa-basi. Seketika asumsiku padamu runtuh, ternyata kau seorang yang cukup humble. Aku menduga mungkin Kau sebenarnya memang pemalu, atau bahkan pendiam itu sendiri.
Setelahnya, entah dari mana Aku mulai merasakan perasaan ini. Cinta? Aku tak menganggapnya demikian, agaknya terlalu ‘murah’ jika hanya timbul sesuatu dalam hati, langsung dianggap cinta. Dipertemuan ketiga, Kau kembali menjadi pendiam, jika tak lebih dulu diajak ngobrol. Dan itu membuat perasaan ini semakin tak karuan.
Aku tak mengerti bagaimana mengatakanya, tapi, Kau pastinya bisa memahaminya kan? Aku Aku benar-benar tak tahu apa-apa tentangmu teman. Bertanya? kesiapa? Bertanya kesiapa. Aku hanya ingin menguji diriku sendiri apakah perasaan di hati ini hanyalah perasaan kagum biasa yang cuma numpang lewat atau ... atau apa. Aku tak tahu. Dan Kuharap kau membalas tulisanku ini, dengan apapun balasanmu dan entah bagaimana sikapmu padaku nantinya. Aku akan menerimanya teman. Aku hanya ingin lebih mengenalmu.
Heh, tapi, apa Kau juga menganggapku sebagai teman?.
Tulungagung,Jum’at, 02 Agustus 2019
(Kuketik dalam keheningan malam yang dingin, ditemani secangkir kopi dan alunan musik pelan, juga lamunan akan dirimu).
1 comment:
Nice
Post a Comment