"Jika kamu adalah matahari, ijinkan aku menjadi bumi yang akan siap menanti pergi dan pulangmu."
-dari nelangsa oleh Gentakiswara
Saya tiba di Graha Patria pukul enam lebih sedikit. Sampai di gerbang, langsung disambut Fitriara. Rupanya ia mengajak saya ke warung bakso yang tak jauh dari sana dengan berjalan kaki.
Di sanalah saya bertemu teman baru. Ardanita namanya. Usai kenyang, kami pun kembali ke lokasi acara. Fitria dan Arda masuk ke dalam untuk melihat bazaar, sementara saya duduk di tangga teras. Biasa, mengistirahatkan kaki yang agak sedikit protes, hehehe.
Tiba-tiba saya melihat Pak Budiyono berjalan ke arah parkiran. Langsung saya sapa saja. Beliau pun duduk di samping saya dan mulai menukar banyak cerita. Pak Budi bilang, beliau baru sempat mengunjungi event ini hari ini.
Saya, Arda, dan Fitriara juga menyempatkan diri berfoto dengan Pak Budi. "Wah rasanya seperti Kakek yang sedang momong cucunya, nih!" canda beliau yang dibalas tawa kami.
Suara riuh mulai terdengar dari arah panggung. Rupanya, talkshow bersama Gentakiswara akan segera dimulai. Kami bertiga pamit pada Pak Budi untuk menuju ke sana.
Gentakiswara adalah pecinta alam sekaligus penulis yang telah menghasilkan 4 buku.
Jujur saja, saya tidak tahu karya-karya Genta. Jelang talkshow, saya meminta tolong pada Arda untuk membelikan buku karya Genta di bazaar. Arda menanyakan judul mana yang saya inginkan.
"Buku apa sajalah, satu saja." ujar saya setelah mengangsurkan sejumlah uang. Maka, kembalilah ia bersama sebuah buku bersampul hitam. nelangsa judulnya. Desain sampulnya menarik juga.
Talkshow dibuka dengan penampilan Bemandry yang menyanyikan 2 lagu dengan gitar akustiknya. Bemandry juga seorang penulis sekaligus musisi. Dia sudah merilis 3 tembang, yakni Saka & Lara, Relakanmu Untuknya, dan Kalimat Terbaik.
Seusainya, Genta mulai berkisah tentang awal mula ia menulis.
Terkait buku-bukunya yang bertema cinta dan patah hati, lelaki yang biasa disapa Gegen ini mengujarkan sebuah kalimat yang terdengar unik di telinga saya.
"Sesungguhnya setiap hari kita merasakan patah hati."
Dia mencontohkan sebabnya, misalnya setelah dimarahi orangtua, bertengkar dengan teman, atau janjian yang tak ditepati. Jadi, bicara patah hati tak sebatas tentang pasangan kekasih saja.
Dari beberapa tips yang disampaikan Genta, inilah yang saya ingat.
Dalam menulis, kita tak hanya menuliskan apa yang kita rasa dan dekat dengan kita.
Tapi kita juga harus menentukan target pembaca untuk tulisan kita.
Baru setelah itu kita dapat menentukan media mana yang dapat digunakan untuk publikasi tulisan kita. Misalnya, lewat Facebook, Blog, Tumblr, atau Wattpad.
Oh ya, Genta juga menyampaikan, bahwa selain dengan membaca buku, kemampuan menulis bisa diasah dengan membuat target jumlah tulisan yang bisa dihasilkan setiap hari.
Diakuinya, ia adalah orang yang bisa bekerja lebih baik saat sudah mepet deadline atau saat diberi target. Maka, ia menerapkan cara ini.
Tak terasa, jam hampir merapat ke angka 9. Acara belum usai, tapi ini saatnya saya pulang. Tapi, apakah talkshow ini hanya akan berakhir begini saja?
Entah muncul keberanian (dan kenekatan) dari mana, saat Bemandry naik panggung untuk mengisi break sesi 2, saya menghampiri Mas Moderator yang kalau tidak salah bernama Tri Prasetyo.
Saya bertanya, apakah boleh saya berfoto bareng Genta? Tak disangka, Mas Tri mengiyakan. Dia menghampiri Genta yang berada agak jauh dari kami, lalu membisikkan sesuatu.
Kemudian, saya lihat Genta melangkah ke arah saya. Kami lalu bertukar jabat tangan sekilas. Genta menanyakan nama saya dengan volume suara agak nyaring. Maklum saja, gema sound panggung terlalu memenuhi telinga kami.
"Mas, boleh minta tandatangan?" sambung saya setelah menyebut nama. Dia mengiyakan sembari mengambil buku nelangsa dari tangan saya. Mas Tri pun menyodorkan pulpen padanya.
Tak lupa, kami berfoto di salah satu spot di dekat panggung. Momen ini mengingatkan saya pada saat bertemu Fiersa Besari di Gramedia Surakarta beberapa waktu lalu.
Sejumlah penonton yang kebanyakan remaja putri mengarahkan tatapan aneh pada saya. Mungkin mereka heran, bagaimana bisa saya seberani itu.
Waduh. Kalau saja tak diburu waktu, saya tidak akan menyela waktu istirahat Mas Genta seperti ini.
Usai berfoto dan bertukar ucap terimakasih, Genta pun kembali ke tempatnya semula. Tak lama kemudian, driver ojek online yang saya pesan datang. Saya pun pamit pada teman-teman dan pulang.
Terimakasih, Mas Gentakiswara, untuk semua ilmu dan inspirasi yang telah dibagi. Juga untuk tandatangan dan foto barengnya.[]
Blitar, 9 Oktober 2019
Adinda RD Kinasih
Difoto oleh: Ardanita, Fitriara, dan saya
No comments:
Post a Comment