Oleh: Ryan Adin Pratama
Tulisan yang saya buat ini mungkin sudah banyak orang tau dan bahkan sudah banyak orang yang pernah membaca dengan tema-tema berbeda namun isinya adalah sama, mungkin sudah menjadi problematika berkelanjutan dimana kadang “Sungkan” dan “yoweslah” adalah win win solutionnya.
Yah saya sedikit menuliskan curhatan keluh kesal saya selama menjadi seorang desain grafis, videografer dan juga fotografer dimana saya harus dipertemukan dengan kalimat “Harga Teman”.
“Bro, buatin poster dong buat eventku, harga temen ya.”
“Bro, fotoin aku sama pasangan buat prewed dong, jangan mahal-mahal.”
“Halah, di sana lo lebih murah, masak sama temen mahal bener…” dst yang buat nyesek.
Tapi sebelum saya mengeluh di tulisan ini, jujur saya pernah menjadi pelaku yang juga mengeluarkan statement sama kepada teman saya yang lebih dulu berprofesi seperti saya sekarang. Semenjak saya belajar dan terjun menjadi seorang desainer saya baru menyadari ternyata saya dulu keliru dalam ber-statement dan bahkan meremehkan harga kepada teman saya.
Saya baru sadar ternyata banyak perjuangan menjadi seorang desainer apapun itu konteksnya. Mulai dari waktu, modal, juga kreatifitas. Belum lagi kalau kita tarik ke belakang, yaitu biaya pendidikannya, latihannya, belum lagi investasi alat yang mensupport kinerjanya, dan masih banyak lainnya sebenarnya. Gak sepatutnya kita meremehkan mereka sih. Yah, mungkin bagi client banyak berfikiran “bodo amat” karena mereka hanya ingin apa yang dipesan jadi di depan mata tanpa mau tahu perjuangan produksinya.
Sebenarnya sangat banyak statement nyesek dari apa yang saya tulis di atas, tapi saya lebih mengkonsenkan pada pembahasan “harga temen” di mana kadang client ini adalah orang sekitar di lingkungan kita. Benar-benar menjadi problematika bila sudah dihadapkan dengan hal-hal di mana profesionalisme kinerja melawan ego perkenalan kepada seseorang.
Memang seharusnya mengedukasi client itu suatu hal yang penting namun terkadang tidak semua client mau mendengarkan dan memahami, karena pola pikir sebagai seorang konsumen adalah “mereka membayar dan tahu jadinya”. Ya iya sih kalau bayarnya sesuai dengan tingkat kesulitan, kalau minta macam-macam, minta murah lagi bahkan minta harga teman dan minta cepet? Huwaduhh…
Saya beri cerita, ini kisah nyata baru seminggu yang lalu terjadi, ada teman dari luar kota menghubungi saya. Dia ingin saya mendokumentasikan pernikahanya berupa foto dan video cinematic, lalu saya pun mengirimkan katalog harga paket per class mulai harga bawah hingga tertinggi lengkap dengan apa yang bakal dia dapatkan setelah masa produksi.
Namun balasan menohok yang saya dapat adalah “mahal bener lha cuman foto sama video aja kok, ya mbok harga temen gitu.”
Okelah saya mencoba berfikir positif. Saya menganggap ucapan itu adalah ucapan penawaran. Okelah, saya potong harga dan juga tidak saya tarik biaya transportasi (padahal jarak Blitar ke lokasi teman saya harus ditempuh lebih dari 2 jam).
Lagi-lagi teman saya masih berucap hal yang sama di mana harga itu masih mahal. Okelah, saya pun memberi pilihan untuk mencari jasa lain selain saya dan team saya.
Di sinilah kadang saya harus bersikap tegas, bahkan banyak juga teman saya yang seprofesi seperti saya melakukan hal yang sama, di mana mereka dihargai dengan harga yang tidak masuk akal dan tidak wajar.
Memang sangat perlu mengedukasi orang-orang yang masih belum paham cara menghargai hasil karya. Ada beberapa teman juga yang dia menolak pekerjaan bilamana memang harga mereka ditawar sangat jauh dari harga pasar.
Bukan menolak rezeki, tapi coba kita fikir, harga yang sudah mereka pasang memang sudah mereka fikir matang-matang. Contohnya ; untuk biaya transportasi, untuk biaya team produksi, biaya konsumsi, untuk biaya editing atau untuk biaya listrik.
Singkatnya statement saya dulu yang salah dapat saya sadarkan dengan pola pikir yang saya ubah seperti ini:
- Setiap profesi pasti butuh modal, entah modal peralatan, modal waktu, modal pendidikan atau apapun setidaknya kita bisa menyadari itu.
- Orang yang berdagang jasa itu orang yang mencari nafkah, entah untuk keluarganya ataupun untuk dirinya sendiri, setidaknya kita juga harus menghargainya Karena mereka berusaha bekerja bukan meminta-minta.
- Setiap orang memiliki profesi berbeda-beda, menawarkan barang/jasa yang berbeda, wajar bila memang memiliki harga yang berbeda pula. Semisal kita sebagai client, kita punya kebebasan memakai jasa siapa yang memang kita yakini mampu menyelesaikan permintaan kita dan sesuai kantong kita, bukan malah membunuh harga.
- Setiap orang pasti punya target dalam bekerja, entah buat ditabung, buat beli peralatan yang menunjang kinerjanya atau apapun itu. Kita sebagai client setidaknya jangan menghancurkan targetnya.
Sudah ah, saya masih banyak editan yang perlu saya kerjakan. Mungkin sampai sini dulu curhatan saya, di sela penatnya pekerjaan di lapangan dan di depan komputer.
Pesan saya, siapapun orangnya, jika memang kita butuh pertolongan, tolong usahakan hargai mereka. Jangan hanya karena predikat teman, sahabat ataupun saudara, kita bisa seenaknya sendiri kepada mereka. Sama halnya jika kita berprofesi sebagai seorang penulis atau bahkan hidup dari menulis, kalau tulisan kita dihargai sembarangan kita juga pasti kecewa kan… >.<”
Eh iya, buat FLP, mohon maaf ya kalau sekarang gak pernah muncul, soalnya kalau Minggu banyak yang nikah jadi harus shooting-in nikahan orang. Siapa tahu ketularan hehehe :p
No comments:
Post a Comment