Dulu, aku pernah berpikir kalau ibuku galak. Dia cerewet. Katanya, aku harus begini dan tak boleh begitu. Beragam argumen dalam otakku, berdalih ibu itu hanya bicara dan tak mengerti kondisiku. Kadang ingin berontak dan membela diri. Namun, alih-alih membela diri aku menuruti maunya tanpa kata. Bagaimanapun kesal dan dongkolnya, aku tak bisa melawan ibu. Itu adalah apa yang aku pikirkan sebelum aku menjadi ibu.
Teringat pertama kali hamil muda, alhamdulilah diizinkan merasakan pusing, mual dan muntah. Nyaris tak bisa makan apapun selama satu minggu, karena apapun yang dimakan tiba-tiba dimuntahkan dengan suksesnya. Pada saat itu yang paling aku pikirkan adalah ibu. Ibu yang mengandung dan melahirkanku. Hal yang pertama kali kulakukan adalah meminta maaf padanya.
Mungkin inilah yang dirasa ibu ketika sedang mengandungku.
Ketika kehamilan semakin membesar, dan semua posisi yang kulakukan serba salah, mau duduk salah, tidur apalagi. Tubuh yang tiba-tiba mudah sekali lelah. Beruntung lagi, gigi saya sakit setiap hari. Tak berani memberi sembarangan obat demi keselamatan si kecil. Belum lagi nyidam ini-itu merepotkan suami. Gara-gara nyidam permen 100 perak, bisa membuat ibu hamil menangis bombay seharian kalau belum terpenuhi. Sesuatu di luar nalar tapi ya begitulah, hanya ibu yang tahu bagaimana rasanya.
Belum lagi ketika melahirkan, subhanallah sakitnta luar biasa. Tak bisa digambarkan bagaimana, itu membuat saya "kapok" melahirkan lagi selama berhari-hari. Trauma melahirkan. Ah, nyatanya itu semua kalah dengan keinginan mendapat anak kedua. Tiga tahun kemudian saya pun melahirkan lagi. Ya, begitu dua tahun berlalu dan melihat anak-anak yang terus tumbuh, aku sudah lupa sakitnya melahirkan bagaimana.
Setelah aku menjadi ibu -apa yang aku pikirkan tentang ibu jadi berbeda. Aku semakin memahami apa yang dilakukan ibu untukku. Kenapa dia memarahiku? Kenapa dia menyuruhku begini dan melarangku begitu? Kenapa dia cerewet pada kami, satu keluarga? Itu karena ibu yang paling peduli apa yang kami butuhkan. Ibu juga hafal seluk beluk rumah dan isinya, pantas kalau dia menjadi tempat bertanya "barang ini ada dimana?. Dia juga yang paling peduli dengan kerapian dan kebersihan rumah kami. Ya, itulah ibuku dimataku setelah aku menjadi ibu.
Tanpa terasa, setelah menjadi ibu -aku melakukan apa yang dilakukan ibu. Aku hanya ingin rumah terkendali, bersih dan rapi. Lalu anak-anakku jadi penurut, pintar dan sopan. Sesuatu yang tak mungkin bisa terjadi, jika di rumah itu masih ada dua bocah imut nan lucu. Dan begitulah, walaupun usai dirapikan rumah berantakan lagi. Usai dimandikan mereka sudah kotor lagi. Hal-hal konyol nan ceroboh yang bagi kedua anakku adalah percobaan demi memuaskan rasa ingin tahu. Ya, ibu memang tak boleh berhenti mengajari dan terus mengingatkan anak-anaknya pada hal yang baik. Walaupun gara-gara itu dia mendapat gelar "galak dan cerewet". Seiring waktu suatu saat mereka akan mengerti. Sama seperti ibu dimataku setelah aku menjadi ibu.
Ibu Dimataku Setelah Aku Menjadi Ibu
Bagikan
Tags
# Catatan Bebas
# Imroatus Saadah
Share This
About Imro'Atus Sa'adah
Imroatus Saadah
Labels:
Catatan Bebas,
Imroatus Saadah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment