Seseorang yang mengenalkan saya pertama kali pada FLP Blitar adalah Fahri alias Ahmad Fahrizal Aziz. Tanpa sengaja saya membaca postingannya di facebook tentang FLP Blitar. Informasi yang sudah saya tunggu-tunggu sejak SMA, sekitar tahun 2006.
Saat itu ada diklat jurnalistik di SMA 1 Talun yang diadakan oleh Majalah Permata. Salah satu yang saya kenal adalah Mbak Avis. Beliau menunjukkan sebuah buku berjudul "Buku Sakti Menulis Fiksi" dengan harga 25.000 rupiah saja. Itu adalah buku tentang kepenulisan yang disusun oleh FLP alias Forum Lingkar Pena. Aku berharap bisa bergabung dengan FLP. Sayangnya kata Mbak Avis baru ada di Malang.
Segala hal yang berbau tulis-menulis memang memiliki daya tarik sendiri bagiku. Saat di SD, aku memenuhi buku tulis belakang dengan cerbung anak-anak yang dibaca bergantian oleh teman-teman. Sayangnya, berakhir dengan teguran dari guru karena kata mereka buku tulis tak boleh dicampur-campur isinya.
Di SLTPN 1 Wlingi, aku membantu mengisi Majalah Dinding Sekolah. Di SMA manjadi anggota jurnalis Majalah Awalita dan ketika kelas tiga mengambil Kelas Jurusan Bahasa. Pada saat itu tugas terakhir pelajaran Bahasa Sastra adalah menulis novel. Itu adalah kali pertama saya menulis novel sampai selesai dengan judul Aisyah.
Sejak mengenal FLP, setiap sempat ke warnet, selalu menyempatkan diri mencari informasi tentang FLP Blitar. Tetapi masih nihil, saat itu internet belum mudah diakses seperti sekarang. Justru yang kutemukan adalah FAM (Forum Aktif Menulis) Indonesia. Jadilah saya mendaftar FAM lebih dulu. Sempat mengikuti kopdar pertama kalinya dengan Aliya Nurlaela di Taman Kilisuci Pare.
Maka begitu ada info FLP Blitar dari fb Fahri, langsung saja saya add menjadi teman. Lewat inbok, Fahri memberitahu saya kalau rutinan ada di lantai 2 perpustakaan Bung Karno. Walau satu bulan kemudian barulah bergabung dengan mereka.
Saat itu, saya berangkat dengan sepeda mini Phoenix-bukan merk terbaru ya. Waktu membelinya sudah tidak baru, hanya untuk jalan-jalan di sekitar Blitar. Itu karena saya tidak bisa naik sepeda motor. Kemana-mana harus di antar suami, kadang sungkan juga.
100 meter dari perempatan menuju perpustakaan tiba-tiba pedal sepeda saya tidak bisa digerakkan. Otomatis jadilah saya mendorongnya. Sembari terus berdoa dalam hati berharap pertolongan. Saat itu belum ada satu nomor teman-teman FLP Blitar yang saya punya. Mereka bahkan tak ada yang tahu kalau saya datang. Saya batalkan niatan ingin menelpon suami dan meyakinkan diri semua pasti akan baik-baik saja.
Tak lama, ada bapak pedagang kaki lima yang menyapa saya. Mereka lalu membantu memperbaiki sepeda saya sampai bisa dipakai lagi. Butuh hampir setengah jam melakukannya karena tak tersedianya alat yang memadai.
Begitu melewati pintu masuk perpustakaan Bung Karno, rasa lelah tergantikan sejuknya AC yang menyegarkan seluruh tubuh. Apalagi ketika naik ke lantai dua dan melihat beberapa orang asing sedang duduk mengelilingi meja persegi panjang di sana.
"Assalamualaikum. FLP Blitar ya?" tanyaku ragu-ragu.
Sepertinya pembelajaran sudah di mulai. Saat aku sampai, Fahri tampak sedang menjelaskan sesuatu. Dan kedatanganku membuat jeda sedikit, memberi waktu aku memperkankan diri.
Dihadapanku tampak seorang pemuda kurus- nyentrik. Di akhir pertemuan aku baru tahu kalau namanya Irsyad. Lalu gadis muda yang tak berhenti tersenyum, Adinda Rd Kinasih. Dan beberapa anak SMA Telkom yang aku tak ingat namanya. Setengah meter dari jendela tempat kami belajar, seorang gadis kurus berjilbab sedang berbicara dengan ponselnya sembari menghadap jendela. Samar-samar kudengar dia menyebut kata penerbitan. "Oh, barangkali bukunya sedang diterbitkan" Aku memujinya di dalam hati.
Berikutnya aku tahu namanya Anisa.Pada saat itu, aku sangat antusias bertemu dengan mereka. Ini pertama kalinya aku bisa bebas membicarakan tulis-menulis setelah lulus dari Kelas Bahasa SMA 1 Talun. Tak ada yang menganggab itu aneh atau sebuah kemustahilan.
Waktu selalu berjalan cepat ketika kita melewatinya dengan antusias. Sudah waktunya untuk pulang. Dengan tidak rela kutinggalkan teman-teman baruku di FLP Blitar.Akan ada satu lagi warna yang menghiasi har-hari ini. Juga yang paling penting saat bertemu mereka, update semangat menulis terisi kembali. Harapan-harapan bisa menulis lebih baik lagi memenuhi hati.
Aku pulang bersama mendung yang menghitam. Belum sampai rumah, sudah disambut dengan guyuran rintik-rintik. Tidak apa, bagiku bertemu dengan FLP Blitar adalah babak baru dalam menulis. Dan minggu depan aku pasti datang lagi kesana, ke rutinan FLP Blitar, janjiku saat itu.
Selamat Milad FLP yang ke 23. Semoga tetap setia mengukir aksara yang menginspirasi dan berkeadaban.
No comments:
Post a Comment