Oleh : Alfa Anisa
Tak ada rencana datang di kelas puisi Ahad 2 Januari 2020, hanya saja kantuk tiba-tiba menyerbu di pagi hari. Mungkin cara sederhana mengusirnya pergi dengan berencana mengunjungi teman-teman FLP yang lama tak jumpa. Saya kira jadwal masih rutin seperti biasa, ternyata jam 10 adalah jadwal pertemuan sedangkan sisa kantuk masih menempel di mata.
Datang di Kafe Dedaunan, meja nyaris penuh orang. Saya dan Nezli duduk hampir di ujung meja. Kelas sudah dimulai oleh Mbak Ulil sebagai pemateri pertama, dilanjutkan Mas Hendra dengan tema ide menulis puisi lokalitas dan Mas Jon di bagian terakhir. Mungkin jarak yang jauh menjadi sebab saya lebih asyik menikmati kafe tersebut. Menikmati suasana gaduh, pertemuan alumni di bagian barat dan tingkah anak-anak kecil yang meminta jatah jajan.
Bahkan saat diadakan tugas menulis puisi lokalitas, ruh kesunyian saya tak benar-benar hadir saat itu. Kebisingan lebih leluasa memasuki pikiran, menghentikan ruang imajinasi. Saya pun tak tahu harus menulis apa, hanya menggoda Nezli yang sibuk menyembunyikan tulisannya. Pada akhirnya saya memilih puisi lama untuk dibacakan.
Acara diakhiri dengan pengumuman nominator kelas puisi oleh Mas Jon. Banyak orang baru yang belum saya kenal. Tapi sepertinya minat mereka di dunia literasi cukup antusias. Terlebih ketika Pak Adi mendatangi saya untuk berbasa-basi tentang literasi. Cukup heran bercampur kagum dengan beliau yang selalu menyempatkan diri datang rutinan FLP.
Di akhir pertemuan, Mas Saif yang selalu berserakan senyum pamit pulang. Sedari tadi saya dan Nezli sibuk membahas Mas Saif yang sepertinya tak kekurangan benih-benih senyuman, sempat menggoda saat dia berpamitan.
"Kenapa pulang dulu, Mas?"
"Sudah ada yang menunggu di rumah."
Sontak saya dan Nezli tertawa bersama, baper seketika.[]
Blitar, 3 Januari 2020
No comments:
Post a Comment