Sumber gambar: Siedoo.com
Oleh: Subek A.B.
Akhir-akhir ini pembelajaran daring menjadi primadona di kampus-kampus juga sekolah seluruh Indonesia. Ya, sebuah kebijakan menyusul imbauan pemerintah untuk membatasi berkerumun dan keluar rumah jika tidak perlu-perlu amat. Efek dari meluasnya penyebaran Covid-19.
Bahkan di Indonesisa, setiap hari laporan pasien yang positif terus bertambah. Melansir Kompas.com (30/3/2020) Senin sore kemarin, secara nasioanl sudah ada 1.414 kasus terkonfrimasi Covid-19, 75 sembuh, dan 122 meninggal.
Ranah pendidikan pun terpaksa melakukan adaptasi terhadap imbauan tersebut. Hasilnya banyak sekolah serta perguruan tinggi yang diliburkan. Bukan libur untuk liburan ke tempat-tempat wisata, namun libur utuk memindahkan proses belajar mengajar dari sekolah dan kampus menjadi ke rumah.
Pembelajaran secara daring pun dipilh, sebuah metode pembelajaran yang memanfaatkkan internet dan gawai yang dimiliki para siswa dan mahasiswa.
Dengan pembelajaran model video conference melalui Zoom Meeting, Google Meet, dan sebagainya.
Diskusi sekaligus pemberian tugas lewat grup-grup WA juga ramai. Sebenarnya pembelajaran daring sudah digunakan beberapa perguruan tinggi, misal Universitas Terbuka. Juga penyedia jasa bimmbingan belajar daring, seperti Ruang Guru.
Tetapi, pengubahan sistem belajar tatap muka menjadi daring secara masal, baru dilakukan kali ini. Bisa dikatan hal ini sebuah kemajuan dalam belajar. Selain bisa lebih fleksibel, tentunya proses belajar tidak selalu monoton dan kaku. Meski agak disayangakn kebijakan ini muncul di tengah meluasnya wabah.
Namun, ditengah kebijakan yang terlihat memudahkan itu. Ternyata banyak siswa maupun mahasiswa yang mengeluhkan pelaksanaannya.
Seperti pembelajaran yang hanya memberikan materi tulisan tanpa penjelasan secara lisan, pemberian tugas-tugas monoton yang seabrek, video conference yang tentunya menguras banyak kuota internet, apalagi jika dirumah tak memasang wifi, sementara mau keluar ke Telkom ataupun tempat lain pastinya akan kurang masksimal, apalagi ada pembatasan keluar rumah.
Juga terkadang para pengajar hanya akan terima beres tugas-tugas yang dikerjakan siswanya. Alhasil pembelajaran daring semakin membosankan dan bebannya bahkan berkali lipat dari pembelajaran konvensional.
Karena, nayatanya ekspektasi belajar di rumah bisa lebih santai, justru sebaliknya. Seharian penuh harus mengerjakan banyak tugas sekaligus, bisa sampai tiga mata pelajaran, tambah jika tugas harus dikupulkan dihari yang sama. Belum lagi jika harus menyambi dengan pembelajaran secara video conference tentunya pembagian waktunya harus sangat diperhatikan.
Mungkin untuk sekarang, pembelajaran daring masih bannyak kekurangan. Namun jika kebijakan pembelajaran daring akan diteruskan meski wabah sudah hilang dan menjadi metode pembelajaran opsional di saat tertentu. Pemerintah dan pihak terkait bisa mengkaji secara serius pelaksanaannya.
Tidak menutup kemungkinan pemberlajaran daring bisa menjadi opsi memajukan pendidikan di Indonesia di era 4.0 ini. Tentunya juga dibarengi dengan pembinaan serta pengingkatan kualitas tenaga pengajar, instansi, siswa dan mahasiswanya.
No comments:
Post a Comment