Sempat mengkhawatirkan ini, kondisi kakek yang melemah. Berhari-hari tidak mau makan-minum. Bagaimana jika beliau meninggal dalam merebaknya wabah Virus Corona ini. Ketika sosial distance sedang digencarkan, tak boleh ada kerumunan dan sebagainya. Semua diminta untuk "stay at home" demi memotong mata rantai penyebaran Virus Corona.
Barangkali resepsi pernikahan dan kenduri-kenduri bisa ditunda. Lalu bagaimana dengan kematian? Bagaimanapun prosedur perawatan jenazah tetap harus dilakukan. Orang-orang takziah tak mungkin dihindari.
Begitulah kehendak Allah, siang ini akhirnya kakek berpulang. Serba bimbang, sebaiknya mengabari kerabat atau tidak. Akhirnya tetap dikabari saja. Entah akan takziah atau tidak. Asal mereka tahu kakek sudah tiada dan mau memaafkan almarhumah jika ada salah.
Orang-orang melayat mulai berdatangan. Hanya saja di depan ada petugas khusus untuk memberi semprotan antiseptik pada pelayat. Beberapa pelayat juga memakai masker dan mengurangi jabat tangan.
Proses pemakaman pun serba cepat. Tiga jam sejak kakek meninggal, beliau sudah dimakamkan. Tak ada hidangan untuk pelayat. Tak boleh, kata Pak Polisi yang ikut takziah juga. Kami disarankan membagi-bagikan roti dan aqua saja.
Meskipun jenazah sudah dimakamkan, pelayat tetap berdatangan. Sebenarnya kakek orang biasa. Sehari-hari hanya bertani saja. Tetapi dia memiliki banyak saudara. Anaknya pun juga banyak. Sekarang semua beranak-pinak dengan aneka profesi. Banyak cicit kakek. Jadi tak heran jika banyak pelayatnya. Apalagi beliau meninggal pada usia 104 tahun.
Tetapi bagiku kakek beruntung. Meski anak-anaknya sudah punya rumah sendiri. Semua menemani di akhir hidupnya. Berhari-hari sejak ia mulai sakit kemarin. Luar biasa bukan. Tidak semua orang beruntung meninggal dikelilingi anak-anaknya.
Berikutnya dilema masih melanda. Sesuai tradisi harus ada pidak'an, mendoakan almarhumah sampai hari ketujuh. Sebaiknya diadakan atau tidak. Benar-benar membuat bimbang.
Ya, tentu saja kami ingin acara doa itu diadakan. Agar Allah mengampuni semua dosa-dosa kakek. Tetapi disisi lain, takut resiko penyebaran Wabah Corona karena banyak orang berkumpul. Dimana tidak bisa dibedakan mana orang yang membawa virus itu atau tidak. Ah, semoga semua sehat-sehat saja. Memikirkannya terasa ngeri.
Akhirnya pidak'an tetap diadakan, dengan pengamanan semprotan antiseptik untuk semua dan berusaha menjaga jarak satu sama lain. Egoiskah ini? Iya, menurutku. Tetapi ini untuk kakek. Ah, bagaimana menjelaskannya? Tidak semudah berkomentar dan melarang ketika itu terjadi pada orang lain.
Bagaimana jika yang meninggal kerabatmu? Masihkah tidak takziah? Masihkah ingin meniadakan acara pidak'an?
Lalu tiba-tiba teringat pada mereka yang meninggal karena Virus Corona. Saat sakit harus sendirian. Ketika meninggal tak boleh ada yang melayat. Semoga Virus Corona ini cepat berlalu dan selamat darinya. Amien. Ah, sebaiknya memang menutup gelisah ini dengan doa. Yakin bahwa semua akan baik-baik saja.
No comments:
Post a Comment