Lebaran Kali Ini Menabung Rindu
Aku adalah penjual sayur. Lapak kecil di depan rumah. Disitulah tempat kami menyambung hidup. Alhamdulilah setiap hari bisa bertemu tetangga. Sekedar mendengar bagaimana kabar mereka sembari bebelanja. Sesekali kudengar curhatan hati yang kebanyakan adalah ibu rumah tangga. Ada juga beberapa pendatang yang tak bisa pulang karena Virus Corona.
Biasanya menjelang lebaran begini, ibu-ibu sibuk memesan atau menawarkan pakaian baru,kue atau parsel dan pernak-pernik lebaran. Kali ini sepi. Entahlah, kata beberapa diantara mereka. Malah ada yang bilang belum memikirkannya sama sekali.
Entah, ya entahlah bagaimana lebaran kali ini? Beberapa berencana menutup pintu rumah. Bahkan ada yang memesan banner bertuliskan "Minal Aidzin Walfaizin" dan permintaan maaf karena tidak menerima tamu.
Ada juga yang bersiap menutup pintu rumah terus menerus saat lebaran. Sama saja, tidak mau menerima tamu. Lalu egoiskah ini? Untuk pertama kalinya dalam sejarah motto "Bersatu kita teguh" terpatahkan oleh Virus Corona. Di masa ini makin kita jaga jarak makin kita selamat.
Sesuatu merayapi hatiku ketika mendengar kisah mereka yang terpisah jarak gara-gara Virus Corona ini. Demi rindu yang mengebu satu-sama lain berbisik via video call, " Jangan mudik ya. Disana saja."
"Kamu juga jangan menyusulku kesini. Di rumah saja" kata suara di seberang.
Padahal, tak ada yang tahu pasti kapan pandemi ini berakhir. Dan itu berarti tak ada yang bisa menjawab kapan tabungan rindu ini dipecahkan.
Bagiku lebaran adalah kesempatan bersilaturahmi pada kerabat, teman, yang selama ini tertunda karena kesibukan sehari-hari. Miris memang, baru bisa berkunjung setahun sekali-saat lebaran. Bertatap muka, berjabat tangan, berpelukan. Medsos yang makin canggih tetap tak bisa menggantikan pertemuan ini.
Lebaran kali ini, mereka yang bijak akan memilih menabung rindu. Meski ketika menulis ini, aku belum mengambil keputusan akan bagaimana? Tetap silaturahmi atau di rumah saja. Membuka pintu rumah atau menutupnya.
Di masa pandemi ini bagi orang yang memahami, silaturahmi dan membuka pintu rumah adalah bentuk keegoisan. Tidak pernah ada yang tahu tamu kita baru saja dari mana, menemui siapa dan terpapar virus atau tidak. Jika salah satu orang saja terpapar akan menjadi mata rantai penularan Virus Corona yang besar.
Satu persatu wajah orang-orang yang kusayangi bermunculan. Terutama paman-bibi, nenek yang tak mengenal sosial media. Hanya bisa berdoa semoga semua diberi kesehatan dan selamat dari pandemi ini.
Barangkali, lebaran kali ini aku masih akan menabung rindu. Itu tidak mudah, barangkali seribu puisi yang ditulis pun tak cukup mewakilinya. Entahlah sampai kapan. Hanya ini perjuangan yang bisa disumbangkan. Hanya ini untuk meringankan beban para Nakes yang sedang merawat para pasien Covid 19. Entahlah bagaimana selepas lebaran ini, akan semakin bertambah atau berkurang.
Mereka yang bijak akan memilih untuk saling menjaga dengan menabung rindu sementara waktu.
No comments:
Post a Comment