Dunia sastra Indonesia sedang berduka beliau adalah sastrawan Indonesia, Sapardi Djoko damono yang telah wafat pada minggu 19 Juli 2020 pukul jam 9.17 WIB. Sapardi meninggalkan banyak karya puitis bagi pecinta puisi. Karyanya bagai siraman ruh, untuk para penikmat sastra.
Saat saya diminta untuk menuliskan sebuah tulisan tentang Sapardi. Saya hanya mampu tulisan refleksi untuk saya pribadi. Karya-karyanya yang fenomenal dan penuh makna. Sejumlah karya yang romantis dan penuh makna berjudul Hujan Bulan Juni, Pada Suatu hari nanti, Yang fana adalah waktu, Aku Ingin, dan Hanya. Kelima karya fenomenal bagi penikmat sastra puisi.
Saya ingin mengulas salah satu karya fenomenal Sapardi Djoko damono yang membuat pembaca seakan-akan menyelam jauh pada kata-kata yang penuh makna dalam setiap karyanya titik tidak perlu metafora yang sangat, Sapardi banyak memberikan filosofi melalui makna kata yang sederhana tetapi tetap menyentuh perasaan.
Sebuah Kidung Agung yang saya nikmati berjudul Yang Fana Adalah Waktu merupakan puisi Sapardi yang termasuk ke dalam kumpulan sajak Perahu Kertas tahun 1983 yang yang berupa seri ketiga dari trilogi buku Hujan Bulan Juni. Dikisahkan pada puisi tersebut bahwa hubungan seorang tokoh Sarwono dan Pingkan yang hanya berkomunikasi melalui surat elektronik.
Yang fana adalah waktu menyadarkan pembaca pada makna-makna yang tersirat dari setiap diksi yang dituliskan oleh Sapardi. Tidak ada yang abadi di dalam dunia ini termasuk waktu karenanya berdasarkan pendekatan stilistika puisi tersebut mengandung gaya bahasa yang satire seperti gaya bahasa simile dan metafora.
Termasuk pada Suatu Hari Nanti merupakan sebuah tulisan yang juga mengandung unsur Satire. kedua judul puisi ini merupakan karya Sapardi Djoko damono yang berisi tentang kematian. Sapardi menyampaikan dalam tulisan-tulisan itu bahwa tidak ada yang abadi kecuali karyanya dan rangkaian aksara yang menjadi pesan bermakna bagi pembaca meskipun Sapardi pada tanggal 19 Juli ini telah tiada tetapi karyanya tetap abadi.
Mengetahui peristiwa yang dihadapi dunia sastra di Indonesia ini mengingatkan saya kembali tentang tulisan Chairil Anwar yang berjudul Aku juga mengatakan tentang karya-karyanya yang tetap abadi karena sebenarnya banyak pembaca yang tidak mengetahui makna dari setiap tujuan tulisan penulis. Bahkan penulis juga kurang memahami bahwa nanti karyanya tetap akan ada meskipun penulisnya telah tiada. Disini Saya ingin merefleksi diri saya sendiri bahwa Apa tujuan dan karya saya untuk saya tinggalkan di akhir hayat nanti dapat memberikan kontribusi dan sumbangsih kepada pembaca di suatu hari nanti. Walaupun saya yakin semuanya pasti akan ada pertanggungjawabannya.
Sebagai langkah kenang saya kepada sastrawan fenomenal yakni Sapardi Djoko damono saya melirikan tiga karya puisinya pada channel akun YouTube saya. Lebih dari itu banyak sekali sastrawan di Indonesia yang juga menyoroti bahwa karya karya Sapardi Djoko damono itu tidak jauh dari gaya hidup yang tinggi melainkan kata yang sederhana pula gaya hidup sederhana. Dicontohkan beliau pada sebuah kesederhanaan semoga sastrawan di Indonesia juga para pekerja seni di Indonesia mencontoh tauladan yang Sapardi diberikan. Seperti sebuah larik puitisnya. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Sesederhana ini. Kidung Agung Sapardi Djoko Damono yang sederhana melekat pada jiwa kami
Malang, 24 Juli 2020
No comments:
Post a Comment