Tahun 2017, saya tulis novel Jasad di Dasar Jembatan yang mengambil latar Demit Jimbe yang konon kabarnya merupakan makhluk halus paling jahil. Sehingga banyak orang tua yang mengatakan kenakalan anaknya koyok Demit Jimbe ketika mendapati kenakalan anak yang luar biasa.
Tahun 2018, saya tulis novel horor berjudul Jiwa-Jiwa Teraniaya yang berlatar Watu Kuncung , tempat keramat di Tangkil Kecamatan Wlingi. Tempat ini dulu dikenal angker sehingga banyak terjadi kecelakaan akibat ulah jahil penunggunya.
Tahun 2020, aku tulis novel SITINGGIL Kembang Dukuh Kromasan, dengan latar tempat keramat di dukuh Kromasan Kelurahan Beru. Tempat ini pun dulu juga dikenal sebagai tempat keramat yang angker. Banyak kejadian mistis yang menimpa warga sekitar saat melintasi tempat ini.
Tentu saja ada banyak suka dan duka bahkan kejadian magis saat proses penulisan cerita cerita demikian ini. Gangguan dari makhluk astral kerap datang ketika kisahnya hendak dituliskan.
Pun demikian dengan naskah Sitinggil ini. Dalam proses penggarapannya, tiba tiba komputer mati tanpa sebab. Ketika aku panggilkan tukang servise katanya tidak ada kerusakan tapi tetap saja komputer tak bisa dinyalakan.
Terpaksa naskah ini saya tunda hingga 6 bulan. Setelah kondisi kurasa aman, naskah ini kembali aku kerjakan. Kali ini menggunakan laptop. Namun kejadian yang sama terulang lagi. Laptop mati tanpa sebab. Maka untuk kedua kalinya naskah ini saya tangguhkan.
Sambil menunggu keuangan untuk memperbaiki laptop dan komputer, saya coba tanya ke dua orang sesepuh desa tempat petilasan Sitinggil itu berada. Kata mereka gangguan itu terjadi karena aku gak permisi waktu mau menuliskannya.
Hal ini boleh dipercaya boleh tidak. Tapi memang benar-benar aku alami. Sesuai saran kedua sesepuh desa itu, aku pun minta ijin untuk meneruskan menulis kisah ini. Ijin aku ucap dalam hati sambil kaki menghentak lantai (nggedruk dalam bahasa Jawa). Anehnya, tak ada lagi kendala hingga naskah ini selesai dan terbit bulan Juni kemarin.
Banyaknya tempat keramat di kota Blitar sebenarnya merupakan ladang inspirasi untuk digali guna memperkaya dunia literasi. Selain untuk nguri nguri keberadaannya, dengan menjadikan tempat-tempat keramat itu ke dalam cerita, akan bisa menjadi warisan budaya untuk anak cucu nanti.
Kalau bukan kita, siapa yang mau melestarikan budaya sendiri. Terlalu Eman, jika keberadaan tempat-tempat keramat ini makin terkikis oleh kemajuan jaman. Karena itu, sebelum tempat-tempat itu raib dari peradaban aku coba mengabadikan lewat karya.
Aku yakin, meski apa yang aku perbuat belum cukup berarti bagi banyak orang, tapi setidaknya aku sudah melakukan action ketimbang yang hanya jadi penonton yang bisanya cuma maido.
Mari kita abadikan tempat-tempat keramat di Blitar ini dalam karya agar keberadaannya tak lekang digerus jaman.
Blitar, 26 Juli 2020
No comments:
Post a Comment