Oleh Fahrizal A.
2008, saat usia belum genap 17 tahun, Bang Yop menghubungi saya untuk ikut membahas pendirian Forum Lingkar Pena Cabang Blitar di rumahnya, Jalan Pandan No. 1 Kota Blitar.
Memang, kala itu, status saya sebagai ketua Ekstrakurikuler Jurnalistik. Ekskul yang bergerak di bidang kerjurnalistikan : reportase, ngelola mading, majalah, buletin dan radio sekolah. Salah satu keahlian yang diajarkan adalah menulis.
Bang Yop menghubungi bulan Juni. September nanti ekskul harus re-organisasi. Karena itu, saya bersedia ikut serta dalam kepanitiaan, karena toh sebentar lagi sudah tak mengurus ekskul, akan ada waktu cukup longgar.
FLP Blitar adalah organisasi luar sekolah pertama yang saya ikuti. Bidang geraknya pun juga kepenulisan, hanya lebih ke karya sastra. Awal-awal, dominannya pembahasan soal cerpen dan novel, membuat saya harus beradaptasi.
Dari belajar menulis berita, pindah ke menulis cerpen, dan selanjutnya novel, meski belum terbit sampai saat ini.
Masa SMA (Aliyah), keseharian saya berkutat dengan karya sastra dan kepenulisan. Apalagi, saya mengambil kelas bahasa, yang di dalamnya ada pelajaran Sastra Indonesia. Terasa komplit, kan?
Sayangnya, saat masuk kelas XII, kami disibukkan oleh persiapan Ujian Nasional. Saya terutama, harus mengejar nilai Bahasa Inggris dan Matematika yang dalam dua try out awal, mendapatkan nilai di bawah standar. Tidak lulus UNAS adalah bayangan menakutkan kala itu.
Walhasil, banyak kegiatan FLP Blitar yang tak bisa saya ikuti. Jumat siang yang merupakan jadwal pertemuan, harus saya tinggalkan sebab ada jadwal pendalaman di sekolah.
Baru setelah UNAS, ada cukup waktu longgar. Saya lulus, dan kemudian ikut ujian masuk perguruan tinggi. Disela itu, Mbak Gesang Sari (Ketua FLP Blitar) mengabarkan akan ada Writing Camp FLP Jatim di Kota Batu. Saya diminta mewakili, meski setelah itu hijrah ke Malang. Praktis, FLP Blitar saya tinggalkan dalam kurun waktu cukup lama, 7 tahun.
Periode 2015-sekarang
Di Malang, info tentang FLP Blitar sempat saya dengar dari Pak Luthfi Hakim (Ketua FLP Jatim), narahubungnya berganti ke Mbak Lilik Nuktihana. Mbak Sari sudah hijrah ke Jakarta.
Saya kembali ke Blitar. Ada angan-angan untuk berkecimpung di komunitas kepenulisan. Ingat FLP Blitar, organisasi luar sekolah pertama yang saya ikuti, apa kabar?
Saya menanyakan ke Mbak Lilik, saat itu ada Mas Saif. Sebenarnya, periode 2010-2014 FLP Blitar masih aktif. Tidak pernah vakum. Mbak Lilik--meski single fighter--masih menjalankan program FLP Blitar, misalnya mengisi rutin di sekolah-sekolah.
Awal 2015, saat saya bergabung kembali, kami bertiga (bersama Mbak Lilik dan Mas Saif) sempat menjadi juri lomba menulis cerpen pelajar tingkat Kota-Kabupaten di Graha Patria.
Kegiatan mingguan kembali digelar, meskipun belum bisa intens. Tiap pekan sekali saya masih harus ke Malang untuk beberapa urusan. Alfa Anisa, Rere, Adinda, dkk yang aktif mengisi.
Sejak aktif di Ekstrakurikuler Jurnalistik, lalu FLP Blitar, aktivitas saya tak jauh dari kegiatan kepenulisan. Terutama Jurnalistik dan Penelitian. Mengelola Majalah Kemahasiswaan, sampai menjadi ketua bidang riset untuk sebuah organisasi mahasiswa.
Periode 2012-2013, tahun akhir perkuliahan, saya dipilih jadi ketua Ranting FLP UIN Malang. Umumnya, yang bergeliat di dalam FLP adalah karya sastra, terutama cerpen dan novel, sebagian puisi.
Kami menerbitkan antologi cerpen Bianglala Lakon (2013), sebagai bentuk perayaan atas karya pertama dari sebagian anggota.
Masuk tahun 2015, ketika makin banyak pengguna ponsel android, istilah literasi jadi sangat familiar. Hidup saya sepertinya tak bisa jauh-jauh dari buku dan menulis. Maka gerakan literasi menjadi pilihan hidup. Kira-kira, bisakah andai lewat FLP Blitar?
Meski sudah hijrah ke Jakarta, sesekali Mbak Gesang Sari mudik ke Blitar. Kami sempat bertemu pada 2016. Suaminya adalah mantan ketua FLP Jakarta. Kami berbincang banyak hal.
Sebenarnya, saat kembali ke Blitar, saya dan beberapa teman sudah mendirikan sebuah wadah, yaitu Paguyuban Srengenge. Salah satu pembinanya, kini adalah ketua KPU Kota Blitar.
Namun, FLP adalah "cinta pertama". Saat menghadiri undangan Bang Yop untuk membahas pendiriannya, saya baru saja pulang sekolah. Masih berseragam aliyah.
Seingat saya itu hari Jumat, pukul dua siang sampai jelang magrib. Kami sempat shalat ashar di Masjid terdekat. Saya ingat waktu itu juga ada mahasiswa STKIP PGRI Blitar, namanya Pamuji. Sosoknya sungguh berkesan, karena sering mengeluarkan sisir kecil dari saku untuk merapikan rambutnya.
Beberapa kegiatan FLP Blitar dan kesibukan pendiriannya juga jadi hal baru nan berkesan, mengisi masa-masa remaja. Keliling sana-sini untuk mengirimkan undangan ke sekolah dan menjual tiket seharga Rp25.000,-
Maka, saya pun memutuskan kembali aktif di FLP Blitar, meski tak ada rencana sebelumnya. Di dalamnya masih (sudah ada) Mbak Lilik dan Mas Saif. Alfa dan Rere menyusul.
Akhirnya saya pun kembali ke "cinta pertama" itu, hingga kini. []
Blitar, 26 Agustus 2020
Catatan jelang 12 Tahun FLP Blitar
No comments:
Post a Comment