Tragedi
Oleh : Retno Nofianti
Aku masih terlalu kecil saat itu, untuk memahami apa yang telah terjadi. Orang-orang di sana menyebutnya tragedi. Hal itu ditujukan pada rumah di seberang jalan. Pertengkaran hebat telah terjadi, hingga terjadi penusukan dan mobil ambulans datang tak lama setelahnya.
“Ayo masuk, Ri.” Ibu menarik lenganku. Wajah Ibu terlihat panik. Dia buru-buru menutup pintu begitu kami berdua sudah berada di dalam rumah. Padahal, di halaman rumah kami masih banyak orang. Mereka semua serempak memandang rumah bercat putih gading dengan banyak bunga di depannya tersebut. Rumah itu rumah Siwi, sahabatku.
“Siwi tidak apa-apa, Bu?” Aku memandang Ibu yang gemetaran. Segelas air telah dia teguk, namun beberapa tetes tumpah hingga membasahi dagu serta kaus bagian depan.
“Ibu tidak tahu.” Ibu menyimpan gelas ke meja. Tangannya masih bergetar, sehingga menciptakan bunyi gemeletuk antara gelas dan kayu.
“Ibu tadi ke sana, kan?” tanyaku lagi. Aku jelas-jelas melihat Ibu datang dari rumah Siwi sebelum orang-orang berkerumun. Sebelum teriakan terdengar, pun tangis tersedu pada akhirnya.
Perkampungan kami merupakan kawasan padat penduduk. Bunyi kentut saja orang lain akan mendengarnya, apalagi lengkingan suara penuh dengan kemarahan tersebut.
“Ibu tidak melihat Siwi?”
Ibu menggeleng. Mata Ibu memerah. Ibu terlihat sangat ketakutan. Apa yang sebenarnya telah terjadi? Pertanyaan itu terus bersarang di kepalaku hingga kini. Ketakutan Ibu di pagi itu yang tidak menjelaskan apa-apa.
Hari itu juga keluarga Siwi menghilang. Tidak ada yang tahu ke mana mereka pindah, pun kenapa Ibu Siwi terkena tusukan pisau dapur. Rumah bercat putih yang penuh bunga pun lama-lama menjadi terlihat angker.
“Ibumu yang melakukan.” Suara Siwi sangat tegas. Dia sedang duduk di depanku. Tiga puluh menit lalu kami bertemu di lobi hotel. Pertemuan yang tidak disangka-sangka. Dia masih mengingatku, pun aku masih mengingatnya. Padahal kami telah berpisah setidaknya lima belas tahun.
Aku tidak pernah menyangka, proyek yang melibatkan perusahaan lain menjadi cikal bakal pertemuanku dengan Siwi. Dia merupakan staf yang dikirim perusahaannya. Sama denganku.
“Kenapa kamu berpikir begitu?” Tentu saja kami akan membahas hal itu. Hal yang mereka sebut tragedi.
Siwi duduk dengan gelisah. “Ibumu tahu, ibuku telah berselingkuh dengan suaminya.”
*** *** ***
Penasaran sama tulisan Retno Nofianti lainnya bisa dibaca disini ya, klik here
No comments:
Post a Comment