Salam Literasi, Korban Persepsi Politik di Musim Pemilu - FLP Blitar

Salam Literasi, Korban Persepsi Politik di Musim Pemilu

Bagikan


Musim pemilu, dengan segala hiruk pikuknya,  seringkali mengaburkan nilai-nilai penting lainnya.  


Salah satu yang menjadi korban adalah salam literasi,  sebuah simbol sederhana yang  mengungkapkan semangat  untuk  memajukan  literasi  di  masyarakat.  


Pada Pilkada  2024  ini,  salam  literasi  kembali  terpinggirkan,  dibayangi  oleh  ketakutan  terjebak  dalam  persepsi  politik.

 

Alasan  di balik  penghindaran  salam  literasi  cukup  jelas.  Huruf  "L"  yang  merupakan  simbol  salam  literasi  secara  otomatis  dikaitkan  dengan  angka  "2",  yang  seringkali  digunakan oleh tim kampanye  dalam kampanye politik.  


Hal ini menimbulkan  kekhawatiran bagi ASN atau  birokrat yang berkepentingan menjalankan program literasi.  Mereka takut dianggap tidak  netral jika terus melakukan salam literasi, takut dianggap berpihak pada salah satu  paslon.

 

Padahal, salam literasi hanya  merupakan simbol huruf  "L",  bukan angka  "2". Namun, persepsi masyarakat yang  kuat terhadap politik  menjadikan salam literasi  berpotensi dinarasikan secara  berbeda.  


Ketakutan terhadap persepsi politik ini akhirnya  menghentikan semangat untuk  memajukan literasi di musim  pemilu.

 

Sangat sedih melihat realitas  ini. Padahal Pemilu bersifat  musiman, diadakan  lima  tahun sekali. 


Namun, kegiatan  literasi harus terus  berlangsung. Literasi  merupakan kunci kemajuan bangsa, dan semangat literasi  harus terus disulut tanpa  terpengaruh oleh suasana politik.

 

Salam literasi seharusnya  tidak dijadikan "korban" persepsi politik. Simbol  sederhana ini seharusnya  dapat dipahami secara objektif,  sebagai representasi dari  semangat untuk menumbuhkan budaya baca  dan tulis di masyarakat.

 

Diperlukan upaya bersama  untuk menjelaskan makna  salam literasi kepada masyarakat. Aktivis literasi harus berani menjalankan  program literasi tanpa takut  terjebak dalam persepsi  politik.  


Mereka harus menjelaskan  bahwa salam literasi merupakan simbol, semangat  untuk memajukan literasi, dan tidak berkaitan dengan politik apapun.

 

Salam literasi harus terus dihidupkan, tidak hanya di musim pemilu, tetapi juga di masa-masa lain.  


Semangat literasi merupakan  semangat yang abadi, dan  harus terus diperjuangkan tanpa terpengaruh oleh  suasana politik.

 

Salam literasi adalah salam  untuk masa depan yang  cerah,  masa depan yang dibangun  oleh generasi literat, generasi  yang mampu berpikir kritis dan  mengatasi berbagai tantangan masa depan.  


Tabik,

Ahmad Fahrizal

No comments:

Pages